Halaman

Rabu, 02 Maret 2016

perilaku koruptif berbalut revolusi mental

perilaku koruptif berbalut revolusi mental

Tidak ada yang salah dengan revolusi mental. Selama ini baik-baik saja. Tidak kurang satu apapun. Hanya yang jadi masalah, setelah diberlakukan, cuma satu yaitu perilaku koruptif semakin masif, edukatif, proaktif dan prospektif. Rakyat sudah bisa merasakan secara nyata. Bukti minimal, KPK diposisikan secara konstitusional sebagai musuh bersama penyelenggara negara yang sedang kontrak politik di periode 2014-2019.

Dimulai dengan good governance, berlanjut dengan reformasi birokrasi, sekarang masih hangatnya revolusi mental. Juga tak ada yang salah. Tidak ada yang perlu diperdebatkan eksistensinya, kemanfaatannya. Bayangkan di luar kepala, jika tanpa jargon tadi, Indonesia semakin terpuruk ke dalam kubangan perilaku koruptif.

Oknum penyelenggara yang tertangkap tangan KPK, akibat karena sering bangun kesiangan. Sehingga rezekinya sudah kedahuluan dipatuk ayam. Atau ketinggalan kereta api, sehingga kepergok sedang mengkonsumsi narkoba. Atau malah memilih duduk di belakang, malah kepentok tindak pidana milik umum.

Kita tidak tahu apa target nyata dan sasaran terukur tahunan revolusi mental. Apakah dibagi rata untuk setiap tahun, perbedaan karena menyeusiakan dengan inlflasi, kurs dan nilai tukar Rp, khususnya pesan sponsor atau sesuai skenario. Apakah bersifat dinamis, dibiarkan menggantung bebas, disesuaikan dengan trend politik, permintaan pasar dan kebutuhan mendesak yang tidak bisa diprogramkan. Disparitas jurus politik ilmu putih/hitam yang disandang antar penyelengara negara, baik yang masuk jajaran KP3 atau tidak, sebagai faktor penentu tindak perilaku koruptif.

Wajar, jika belum sampai jatuh tempo, banyak oknum penyelenggara yang berguguran diterpa bebagai isu. Sejarah yang akan membuktikan.

Ingat saja, perilaku koruptif tidak beda jauh dengan perilaku LGBT, yaitu bukan karena akibat gizi buruk, bukan dari kalangan elit (ekonomi sulit), tidak datang dari kalangan tuna pendidikan, tidak muncul dari penduduk di kampung kumuh. Akhirnya Pemerintah menjadi sangat super sibuk mengatur perilaku penyimpangan politik dan kehilangan orientasi politik Nusantara. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar