menerawang lawan tanding Ahok di
pilkada DKI Jakarta 2017
Mengingat, bahwa sistem
perpolitikan Nusantara cenderung kearah semakin suburnya politik dinasti
keluarga, semakin legalnya pilitik turun-temurun, semakin maraknya warisan
politik, semakin menggilanya kekuasaan politik sebagai warisan orang tua, semakin
resmi beredarnya perilaku anak ideologis, maka secara de facto dan de
jure, pihak yang dianggap layak dan patut menjadi lawan tanding, atau
bahasa politiknya adalah pengganti/penerus, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)
sebagai gubernur DKI Jakarta 2017 sampai batas waktu, adalah isteri atau anak daripada Ahok.
Kita
jangan malu belajar dari fakta sejarah, betapa bangkrutnya moral politik di
Nusantara akibat tabiat perilaku pewaris politik/anak ideologis yang sudah
menjadi bahasa politik resmi sampai tingkat kabupaten/kota. Tidak melanggar
hukum jika seorang anak menebeng nama besar orang tuanya. Tidak menerabas batas
norma apa pun andai ada kiat melebarkan sayap kekuasaan dengan melibatkan
isteri.suami di kancah politik. Daripada jatuh ke tangan orang lain yan tak
jelas ujung hidungnya. Apalagi tidak punya trah darah politik.
Kita tak
boleh buruk sangka, jelek dakwa, rusak tuduh, busuk kira kepada pihak yang
mempraktikkan peribahasa “buah jatuh tak jauh dari pohonnya”. Ingat kata Gus Dur :”begitu saja koq repot”.
[HaeN].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar