Halaman

Sabtu, 12 Maret 2016

pro-kontra Ahok vs PDI-P pamer borok lama

pro-kontra Ahok vs PDI-P pamer borok lama

Sebelum meluncurkan olah kata, kita simak kabar berita yang ditayangkan laman merdeka.com, begini hasilnya :

“PDIP : Coba tanya NasDem, jangan-jangan sudah terima 100 M dari Ahok”

Merdeka.com Reporter : Dieqy Hasbi Widhana| Jumat, 11 Maret 2016 14:03 - Calon petahana Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengemukakan alasan kenapa dia lebih memilih jalur independen ketimbang melalui parpol untuk bertarung di Pilgub DKI 2017. 

Blak-blakan, Ahok menyebut butuh uang Rp 26 miliar hanya untuk memulai kampanye dalam rentang waktu 10 bulan. Jumlah itu menurut Ahok hanya perhitungan kasar. Dia menduga, setidaknya butuh mahar Rp 100 miliar jika dirinya didukung oleh dua partai.

Menanggapi hal tersebut Ketua DPP PDIP Andreas Hugo Pereira justru merasa aneh. Dari mana Ahok bisa menyimpulkan harus membayar mahar sebesar itu. Lantas Andreas menuding apa Partai NasDem sebagai pendukung Ahok telah menerima Rp 100 milyar. 

"Coba cek ke partai yang sekarang sudah usung Pak Ahok. Kalau Pak Ahok berani omong gini jangan-jangan dia sudah bayar 100 miliar ke sana. Coba tanya NasDem, jangan-jangan sudah terima 100 M," ujar Andreas saat dihubungi, Jumat (11/3). 

Menurut Andreas, saat mengusung pasangan Jokowi-Ahok dalam Pilgub DKI sebelumnya, justru PDIP yang keluar banyak dana. Dia menjelaskan saat itu tak ada mahar politik. 

"Mana mau dia bayar Rp 100 miliar. Kita yang keluarin duit dari kampung ke kampung. Kita justru keluar duit," ungkapnya.

KATA SIMPUL
Itulah politik Nusantara. Bukan salah merdeka.com, juga bukan salah oknum PDIP sebagai subyek perkara.

Kita nalar sejenak, ada pemelintiran sejarah pilgub DKI Jakarta 2012. PDIP berani menyukongi pasangan Jokowi-Ahok, karena yang disasar adalah Jokowi-nya. PDIP punya strategi dan maksud tertentu dengan mendukung Jokowi. Penduduk Jakarta dan khususnya pemilih sudah tahu luar dalam apa&siapa yang mengendalikan Ahok.

Orang juga sudah tahu dengan istilah “no free lunch” alias jika Jokowi diajak makan siang gratis oleh PDI-P tentu ada imbalan yang harus dilunasi dikemudian hari.

Makanya revolusi mental perlu dijalankan bareng pendidikan politik, khususnya buat kawanan parpolis, terkhusus yang sedang kontrak politik di periode 2014-2019.

Alasan Ahok diawal kabar berita di atas, semakin membuktikan bahwa ideologi Rp menjadi pegangan hidup partai politik yang merasa agar tetap eksis. Merasa memperjuangkan nasib wong cilik. Merasa sebagai pewaris utama negara. Sekian. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar