Halaman

Selasa, 29 Maret 2016

Ironis, ratio kapasitas lapas sesuai jumlah penduduk

Ironis, ratio kapasitas lapas sesuai jumlah penduduk

Beberapa kejadian di lembaga pemasyarakatan (lapas), rumah tahanan (rutan) atau sebutan lainnya, yang bisa menjadi multifungsi, multimanfaat tergantung siapa warga binaan didalamnya, menandakan praktik hukum ditentukan siapa yang berperkara.Tahanan tipikor, kasus narkoba, terpidana teroris, tapol (tahanan politik) menjadi tamu primadona di lapas.

Lapas menjadi sekolah peningkatan keahlian nara pidana kriminal klas teri, kambuhan, sebagai syarat umum. Yang tak kalah umumnya adalah bisa-bisa bisa menjadi sumber penghasilan tambahan para oknum sipir atau petugas lapas.

Gaduh, rusuh, kisruh di lapas akibat kelebihan kapasitas, menjadi agenda rutin, tidak mengusik kementerian yang bertanggung jawab. Karena tidak akan mempengaruhi kondite jabatan sebagai menteri. Bahkan lapas menjadi sarang bandar narkoba dengan semua eksesnya sudah diantisipasi di atas kertas. Didiamkan dari jangkauan telingan publik, agar tak menjelma menjadi opini publik. Sejalan dengan berjalanannya periode pemerintahan. Terlebih bisa dikalahkan dengan berita perkara lain yang menghebohkan dan mendahsyatkan perilaku pelakunya.

Ironis, jika akhirnya Pemerintah menetapkan kapasitas lapas yang tersebar di seluruh Indonesia, akumulasi kapasitas lapasnya sesuai ratio atau perbandingan ideal dengan jumlah total penduduk. Jangan-jangan penetapan standar klas lapas mengacu penetapan klas atau klasifikasi rumkit (rumah sakit). Sehingga ketersediaan tempat tidur, ruang tahanan, sesuai dengan ratio jumlah penduduk setempat.


Pemerintah bekerja sama dengan pelaku usaha, pemodal atau pihak manapun mendirikan lapas khusus, mendirikan lapas klas melati sampai lapas berbintang. Rencana tata ruang juga sudah mengantisipasi pemekaran lapas/rutan. Kalau terjadi, Indonesia memang negara hukum, masyarakat sadar hukum, bagaimana dengan hamba hukum?. [HaeN] 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar