dikotomi politik pasca revolusi mental,
politik pintu tarik vs politik pintu dorong
Mengapa
pintu rumah, pintu kamar saat dibuka mengarah ke dalam, bukan kearah keluar.
Faktor keamanan jadi pertimbangan utama. Ada yang masuk paksa, kita masih bisa
menahan pintu. Walau gerakan mendadak buka paksa, kita reflek menahan pintu. Pasang
pintu ada filosofi dan falsafahnya. Bahan dan ukuran pintu ada pertimbangannya.
Daun pintu
kaca di toko, dipasang sepasang dengan tempelan kata “TARIK” dan “DORONG” dekat
pegangan pintu. Engsel pintu otomatis. Berdasarkan arus lalu lintas, orang
masuk toko melalui jalur kiri. Ternyata tidak ada aturan main dimana
menempatkan pintu dorong dan pintu tarik. Dua alternatif, dua-duanya didapat
disemua toko. Di pintu kiri arah tamu masuk, ada toko dengan pintu dorong
(seperti masuk rumah/kamar), ada juga sebaliknya dengan pintu tarik. Tentunya
dari arah dalam, pintu dorta (dorong – tarik) berkebalikan dari arah luar. Kalau
label sama, akan terjadi tarik-menarik atau dorong-mendorong.
Apa keterkaitan
fungsional antara pintu dorta dengan kondisi politik, tepatnya aturan main di
partai politik pasca revolusi mental?
Aturan main,
kode etik bagaimana menempatkan hal yang bertolak belakang, tergantung selera
atau kebijakan partai politik. Ibarat menempatkan pintu dorta. Ada pintu dorta,
orang keluar masuk toko sesuka dia menggunakan pintu. Apalagi keluar toko, dua tangan
menjinjing belanjaan atau/sambil mendorong kereta belanja, jelas merasa harus
diprioritaskan. Ilustasi ini menyiratkan, betapa orang betah berlama-lama di parpol.
Jadi, tidak akan keluar-keluar dari toko/parpol.
Dampak
revolusi mental, partai tidak akan memberlakuan sistem pintu buka tutup, agar
semua pengguna jalan mendapat kesempatan dan hak yang tidak jauh beda. Kalau
sudah betah, aman dan nyaman di parpol, kalau bisa jangan ada yang
menggantikannya. Kalau bergeser, jatuhnya tetap ke kasur.
Rakyat dihadapkan pada banyak pilihan papol. Pilihan yang
tersedia, hanya beda kemasan, beda tampilan, beda warna dan beda kombinasi,
karena menggunakan bahan baku yang sama yaitu ‘atas nama rakyat’. Jangan lupa,
di luar toko/parpol masih banyak pilihan. Mulai yang tradisional, merakyat,
dengan asas mirip Orde Baru yaitu “memanusiakan parpol dan memparpolkan manusia” atau berperan sebagai perpanjangan tangan berbagai
kepentingan.[HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar