ketika parpol naik strata, dari pabrik
menteri menjadi produsen koruptor lokal
Maklum, bisa dimaklumi,
minat, itikad, niat beberapa farksi di DPR RI untuk memperbesar, bahkan
memperberat, syarat dukungan bagi calon perseorangan pada pemilihan kepala
daerah, bukan hanya fakta langkah mundur pelaksanaan demokrasi di daerah atau
tingkat lokal.
Pasca SBY dua periode, daya juang parpol untuk
menjadi pabrik presiden sudah basi. Menjadi pabrik menteri yang diajukan
menteri cepat basi. Yang awet cuma anaknya RI-1 kelima sekaligus cucu RI-1
pertama. Yang pokok ybs sudah kaya duniawi sejak dari sono-nya (lihat
laporan harta kekayaan menteri kabinet kerja Jokowi-JK).
NasDem sudah membuktikan
dirinya sanggup mencetak koruptor klas nasional. Saat ditetapkan sebagai
tersangka oleh KPK, status oknum sekjen nasdem masih komtrak sebagai anggota
komisi III DPR RI. Hebat bukan, parpol baru, langsung bisa cetak gol hattrick
(parpol baru, sekjen, anggota DPR RI). Suatu prestasi politik yang nan
gemilang, mungkin bisa tidak bertahan lama.
Kaderisasi parpol sekedar
memoles orang yang sudah jadi, yang siap diajukan, dimajukan, dijagokan ikut
bertarung di pesta demokrasi. Tugas utama kader parpol adalah membesarkan dan
menghidupi parpol. Jangan sampai orang parpol mati kapiran, tewas kelaparan.
Atau bak tikus mati kurang gizi di lumbung padi. Wajar, karena “tikus” zaman
sekarang, asupan dan konsumsi gizi dan nutrisinya harus beraneka ragam. Makan “padi”
hanya bisa ganjal perut sampai siang. Menu khusus petugas partai, kader utama
partai adalah makanan yang bisa dinikmati sampai anak cucu. Tidak perlu tujuh
turunan, satu tanjakan.
Walhasil, pilkada sebagai
kesempatan terakhir parpol untuk meraup, meraih, mereguk keuntungan politik
yang tak ternilai Rp-nya. Bisa oknum ybs sport jantung dan deg-degan luar
biasa. Bahkan bisa mati berdiri, melihat jumlah angka nominal yang tak
terbayang oleh akal politiknya.
Perlu dipertimbangkan,
syarat wakil rakyat lokal dari jalur perseorangan. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar