bukti parpol
sekedar kendaraan politik
Belum ada hasil evaluasi atau kajian kritis dari pengamat
politik tentang seberapa sedikit kader parpol mampu menjadi gubernur, bupati
dan walikota melalui perarungan pilkada. Setahu rakyat jelata, kepala daerah
yang jadi langganan berita media massa, pada umumnya bukan kader tulen sepucuk
partai politik. Parpol hanya menemu atau menadah orang yang sudah jadi, atau
siap diorbitkan. Kejadian terjadi banyak di pulau Jawa.
Di media massa sudah ditayangkan betapa ada pasangan
calon perseorangan di pilkada serentak 9 Desember 2015 yang berhasil sampai
disumpah jabatan sebagai kepala daerah. Detailnya ada di media ybs. Jangan
diartikan bahwa ada pihak yang merasa lebih bermartabat, mulia jika maju
perorangan daripada didukung partai politik maupun gabungan partai politik.
Kader parpol paling berani hanya maju di gelanggang
pemilihan legislatif. Sebagai wakil rakyat tingkat kabupaten, kota, provinsi
dan paling top sebagai anggota parlemen yang berkantor di gedung Senayan, Jakarta.
Biaya politik bukan masalah, toh masih ada cukong yang siap barter politik. Perolehan
suara pemilih yang menentukan bisa terpilih sebagai wakil rakyat tidak seberat ikut
pilkada.
Fakta lain, kader partai, khususnya elit partai, yang
masuk pengurus inti, pejabat teras parpol, berharap kebaikan hati ketua umum
parpol untuk bisa ditunjuk sebagai pembantu presiden.
Jadi, wakil rakyat dan penyelenggara negara, khususnya
menteri kabinet kerja revolusi mental, yang kontrak politik lima tahunan, kata
tukang survei bayaran tanpa survei, mereka tidak punya nyali, tidak cukup
mental maju di pilkada. Terlebih jika tidak mengantongi komando dan restu ketua
umum.
Bahasan dan olah kata ini bukan pembuktian betapa orang
parpol selain hanya jago kandang, juga hanya bertindak kalau sesuai kebijakan
partai. Pelaksana kebijakan partai yang total taat, loyal, patuh dengan asas “pejah
gesang” karena partai.
Jika masih terjadi kader kutu loncat, malah semakin
membuktikan ybs menganggap parpol sebagai kendaraan politik. Bagaimana dengan
pihak yang dengan gagah berani mendirikan parpol jelang pesta demokrasi.
Pembuktian semakin terang benderang. Mosok, untuk berbuat banyak bagi nusa dan
bangsa, harus jadi penguasa. Merasa mampu melakukan restorasi politik. Merasa
prihatin dengan nasib bangsa. Tapi harus jadi kepala negara dulu. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar