Halaman

Jumat, 11 Maret 2016

bukti parpol sekedar kendaraan politik

bukti parpol sekedar kendaraan politik

Belum ada hasil evaluasi atau kajian kritis dari pengamat politik tentang seberapa sedikit kader parpol mampu menjadi gubernur, bupati dan walikota melalui perarungan pilkada. Setahu rakyat jelata, kepala daerah yang jadi langganan berita media massa, pada umumnya bukan kader tulen sepucuk partai politik. Parpol hanya menemu atau menadah orang yang sudah jadi, atau siap diorbitkan. Kejadian terjadi banyak di pulau Jawa.

Di media massa sudah ditayangkan betapa ada pasangan calon perseorangan di pilkada serentak 9 Desember 2015 yang berhasil sampai disumpah jabatan sebagai kepala daerah. Detailnya ada di media ybs. Jangan diartikan bahwa ada pihak yang merasa lebih bermartabat, mulia jika maju perorangan daripada didukung partai politik maupun gabungan partai politik.

Kader parpol paling berani hanya maju di gelanggang pemilihan legislatif. Sebagai wakil rakyat tingkat kabupaten, kota, provinsi dan paling top sebagai anggota parlemen yang berkantor di gedung Senayan, Jakarta. Biaya politik bukan masalah, toh masih ada cukong yang siap barter politik. Perolehan suara pemilih yang menentukan bisa terpilih sebagai wakil rakyat tidak seberat ikut pilkada.

Fakta lain, kader partai, khususnya elit partai, yang masuk pengurus inti, pejabat teras parpol, berharap kebaikan hati ketua umum parpol untuk bisa ditunjuk sebagai pembantu presiden.

Jadi, wakil rakyat dan penyelenggara negara, khususnya menteri kabinet kerja revolusi mental, yang kontrak politik lima tahunan, kata tukang survei bayaran tanpa survei, mereka tidak punya nyali, tidak cukup mental maju di pilkada. Terlebih jika tidak mengantongi komando dan restu ketua umum.

Bahasan dan olah kata ini bukan pembuktian betapa orang parpol selain hanya jago kandang, juga hanya bertindak kalau sesuai kebijakan partai. Pelaksana kebijakan partai yang total taat, loyal, patuh dengan asas “pejah gesang” karena partai.

Jika masih terjadi kader kutu loncat, malah semakin membuktikan ybs menganggap parpol sebagai kendaraan politik. Bagaimana dengan pihak yang dengan gagah berani mendirikan parpol jelang pesta demokrasi. Pembuktian semakin terang benderang. Mosok, untuk berbuat banyak bagi nusa dan bangsa, harus jadi penguasa. Merasa mampu melakukan restorasi politik. Merasa prihatin dengan nasib bangsa. Tapi harus jadi kepala negara dulu. [HaeN] 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar