Halaman

Kamis, 17 Maret 2016

sukses Jokowi tanpa JK, tersapu gagal politik

sukses Jokowi tanpa JK, tersapu gagal politik

Kita rakyat Indonesia, wajib bersyukur, pemerintahan Jokowi-JK telah berjalan sesuai jadwal dan waktu yang telah ditetapkan. Semua sukses yang diraih berkat dukungan berbagai pihak. Ada yang memberikan dukungan saja sampai yang memberikan dukungan banget. Perjalanan panjang tak kurang rintangan. Berbagai godaan dan ganjalan menerpa silih berganti, siang malam. Kejadian pahit, getir, nestapa, dicaci sebagai menu harian. Sebuah risiko wajar sebagai pemimpin rakyat.

Ingat, saat Jokowi diwawancarai awak media yang ahli memberondong pertanyaan yang tak ahli, dijawab Jokowi apa adanya. Terkadang tertawa terpatah-patah. Bahasa tubuh yang diperagakan Jokowi, menurut ahlinya, sebagai bukti kehati-hatian. Jangan sampai salah ucap, jangan sampai menyalahi skenario kenegaraan. Diberbagai seremonial kenegaraan, Jokowi malah terposisikan sebagai tuan rumah yang ramah, ngomong dan ngemong dengan langkah tertata.

Tahun demi tahun telah diliwati Jokowi yang rajin menghitung waktu dan paham JK yang siap berucap, bercuap apa saja. Kalau sepi dari gaduh politik, JK tampak kepanasan, blingsatan kegerahan. Suhu politik memancing keringat, bagi JK malah menu sehat. Berderai tawa tuanya meluncur rapi. Tampak tersendat karena lupa hafalan tawanya.

Rakyat pemilih Jokowi-JK ada yang menampakkan penyesalan yang amat sangat. Tak kurang yang cuek bebek tulang lunak, masa bodoh, mau siapa presidennya. Mau minta turun berapa kali di tengah jalan, peduli amat, kata hati mereka. Rakyat yang sadar politik, walau buta plitik tetapi tidak buta hati nurani, tetap dengan setia bekerja bak pengabdian. Merasa sebagai rakyat, hamba penguasa yang kebijakannya bisa menentukan nasib bangsa dan negara. Rakyat kecil yang sehariannya hanya mengenal sosok pak RT. Pak RT jika menjadi bintang sinetron, difigurkan sebagai sosok yang bertolak belakang dengan tampilan wakil rakyat. Keluguan pak RT tidak bisa disandingkan dengan para guru, pahlawan tanpa tanda jasa, tetapi wajib bersitifikat.

Kilas balik rekam jejak Jokowi-JK, tak ada bedanya dengan pendahulunya. Cuma beda tipis, karena Jokowi bukan orang partai tulen. Beda dengan JK yang beringin banget. Tampak pada cara mempermainkan raut mukanya. Sosok Jokowi memang semakin membuktikan tampilan bukan pekerja partai. Bukan produk partai, walau terjebak kebijakan, komando dan kendali sebuah parpol pendukung dan pengusungnya.

Sudah suratan sejarah, parpol utama dibelakang Jokowi, merupakan fusi partai dengan semua aneka platform, apapun basis ideologi tanpa arah angin, model ornamen SARA, di zaman Orde Baru. Jangan heran setiap langkah Jokowi tanpa JK, sesuai skenario yang sudah kedaluwarsa. Skenario politik yang digagas secara cerdas, cemerlang dan bermartabat yang akan diterapkan di periode 2004-2009 atau kalau meleset diajukan dan dimajukan di periode berikutnya, 2009-2014. Inilah yang menjadikan langkah Jokowi tanpa JK acap terpeleset politik apkiran. Kebijakan parpol menjadikan Jokowi terpeleset di lubang yang sama berkali-kali. Sesuai pepatah, malah bisa menyalip keledai yang paling bebal, dungu dan dongok. Lima tahun Jokowi-JK berada dalam lingkungan keledai politik, nyaris tak terasa.[HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar