Geger Golkar dan Praktik Politik
Brutal Nusantara
Dinamika Golkar pasca Reformasi dan sejak
menjelma menjadi partai politik, sangat dinamis dan mudah ditebak arah angin
politiknya. Sempalan Golkar mendirikan partai politik, wajar karena tuntutan
zaman. Kasus Lapindo yang identik dengan gerakan pro-rakyat, menjadi beban
rakyat yang tak berkesudahan. Sejak 29 Mei 2006, lumpur panas mulai menyembur ke permukaan bumi di
Porong, Sidoarjo, prov Jawa Timur. Lumpur panas PT Lapindo Brantas =
bencana (alam + politik + sosial + ekonomi + infrastruktur + .......... ). tak
perlu diperdebatkan lagi.
Terhitung
mulai tanggal 29 Mei 2006, lokasi eksplorasi minyak oleh perusahaan minyak PT Lapindo
Brantas Inc i di Desa Renokenongo,
Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, provinsi Jawa Timur, telah menyemburkan lumpur
panas ke permukaan bumi.Agaknya luberan, luapan, limpahan, limbahan lumpur
Lapindo Brantas tetap berjalan sebagaimana mestinya. Semakin dibendung, semakin
menggelundung. Semakin dicegah, semakin melimpah. Semakin dicegat, semakin
menyengat. Semakin dimanipulasi, semakin menjadi atraksi.
Yang
tidak habis pikir, telah terjadi aksi pamer diri oleh kader utama PG yang
merasa mampu jadi ketua umum. Jabatan prestisius sebagai ketua umum identik
dengan syarat utama menjadi capres di pilpres.
Sudah kehendak sejarah, pasca pesta demokrasi
2014, faktor ideologi Rp sebagai pencetus munculnya kubu dan loyalis dalam
tubuh Partai Golkar (PG). Serakah, ambisi untuk mengulang jadi ketua umum
semangkin membuktikan maraknya ideplogi Rp. Jangankan jadi ketua umum, tak
kurang oknum wakil rakyat tingkat pusat mencari dan menghalalkan segala cara
untuk memperpanjang masa jabatannya.
Jangan diartikan geger Golkar, eksternal dan
khususnya internal, diakibatkan kader PG berperilaku sebagai pebisnis (bisnis
politik) daripada politisi.
PG masif dengan kawanan ahli membuat
pernyataan, baku pernyataan. Kalau tak sempat diwawancarai tukang cari berita,
dengan memakai jasa running text berbayar bisa menyalurkan aspirasinya.
Rakyat menduga dan mengira bahwa PG merupakan kumpulan ahli pernyataan, ahli
cuap bin ucap, ahli debat, ahli unjuk gigi. Jauh dari kerja nyata. Atau mereka
memakai falsafah ‘bicara adalah
kerja’. [HaeN].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar