omdo, kembo, drembo . . .
Asumsi
bahwa pemirsa paham dengan 3 diksi judul. Panggung anak wayang nusantara sarat
watak dan perwatakan melebihi
sosok dan tokoh wayang.
Asal penguasaan panggung
enak di kuping, soal jingkrak-jingkrak tidak karuan, bisa diabaikan. Gaya rambut maupun potongan busana yang tak cocok
dengan tema kemerdekaan, karepé sing
duwé gawé, maklum saja. Apalagi
yang punya negara.
Jangan tiru acara,
adegan, atraksi yang ditampilkan anak panggung. Resiko ditanggung peniru.
Mereka sudah mahir sejak dalam kandungan. Minimal sudah digadang sejak dari sono-nya.
Darah anak panggung mewaris, mengalir ke anak cucu.
Benang merah bangsa
penjajah dengan dua periode kaping pitu, adanya misi terselubung dengan sistem
gaya zionis. Umat beragama tauhid, tak perlu murtad. Namun dengan setia, loyal,
patuh, tunduk – dengan pola bonus idélogi non-Pancasila, tak pakai lama vs
tidak perlu mikir – menjalankan ajaran
mereka. Iming-imingnya tak sekedar urusan perut, isi perut. Bisa sampai urusan
harian bawah perut. Nikmat dunia tersaji di depan mata dengan anéka mégaréka.[HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar