kuota, minimalis, ambang bawah, titik kritis berkedirian
Nyaris
hampir saja dapat ditarik kesimpulan bahwasanya manusia tradisional nusantara memang
bukan untuk disaingkan dengan manusia tradisional global.
Kendati aspek ‘jual diri’ lewat kontestasi searah promosi-propaganda-provokasi melebihi kecanggihan
negara pemproduk TIK. Maknai ‘jual diri’ dengan cakupan cakrawala yang luas.
Wajar
jika bentrok fisik, konflik horizontal antar loyalis kesebelasan daerah di stadion,
di jalanan, dimana
saja mampu memakan korban. Beda dengan tragedi stadion sepakbola Kanjuruhan,
Malang sabtu 1 Oktober 2022. Hal-ikhwal substansial, esensial, redaksional maupun
faktual, aktual sudah punya kekuatan hukum tetap.
Manusia modern nusantara,
lebih doyan menyoal sebab-musabab ajal manusia. Terlepas dari pola kematian covid-19 yang dilaporkan dari
negara lain, sedikit yang diketahui tentang profil anggaran jaminan kematian
covid-19 di nusantara.
Dalil tanpa sekat waktu
dan batas ruang dan jarak, membuat manusia nusantara tulang lunak dan lemah
jiwa, sibuk mengamankan diri dari kenyataan hidup.
Faktor
pembatas pergerakan, persaingan usaha hidup bersama antar makhluk sosial
nusantara. Responsibilitas
ybs terhadap perubahan yang sulit ditebak akibat intervensi sistem global.
Hukum rimba belantara berlaku.
Kuat, banyak, berani malu masih belum cukup. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar