literasi pemacu pemicu anarkis kebangsaan
Tataran penataran wawasan kebangsaan semakin bikin
penat penyelenggara negara. Anggaran anti-gara-gara lebih bernas, masif ketimbang dana anti-huru-hara.
Sama-sama surplus, sarat, kelebihan pemain. Pemain
gaek, demi rasa hormat dipaksakan main. Peran apa
saja. Bisa asal numpang nampang liwat. Seharusnya menjadi “pemain bertahan” –
memang bal-balan – didapuk menjadi pemain semi-utama. Daripada ngrécoki.
Barang siapa mengikuti pedoman pengamalan gizi
seimbang. Namun sengaja berencana niatan menerapkan
gaya hidup sederhana. Mempraktekkan pola makan sehari sekali, cukup sudah.
Patut diduga, layak dikira, pantas
disangka anti petani sejahtera. Tidak mendukung sertifikasi tanah petani gurem.
Tidak langsung kurang peduli manfaat infrastruktur persawahan.
Konflik internal penyelenggara negara sudah
melebihi batas sabar norma berpolitik nusantara. Sesama pengguna kata
nista diri, kalimat hujat vs kalimat jilat, sudah kehabisan akal sehat sejak
dini. Berbaur menjadi satu dengan
mengkorbankan pihak tertentu secara massal, kolosal. Terpapar paparan zona merah, membuat anomali politik mengalami
pemadatan, pemapatan, perapatan sesuai dalil bagi-bagi kursi. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar