bahaya latén gawé wong-cilik cilik atén
Kosokbalèn. Rakyat tapak tanah ramah lingkungan dimanapun
tanah dipijak. Lokasi mangkal, dasaran, gelar lapak. Modal model kulakan. Kredo
esok hari masih ada
harapan. Apakah esok masih bisa
sarapan. Beda pasal.
Diliciki hidup-hidup oleh parpol penguasa
secara menerus antar periode. Malah kian tahan banting. Catatan
ringan sejarah. Karakteristik kendaraan politik antar pesaing, cuma beda nasib.
Siapa di balik kemudilah yang
akan menentukan. Sopir konvensional, SIM Umum, penguasaan teritorial minim.
Mengandalkan jam terbang ahli, rekam
jejak “duduk manis di belakang meja”. Gagah saat start. Di antar penggemar,
loyalis satu kampung.
NKRI terjebak pada tradisi politik, basa-basi politik.
dengan lebih mengutamakan sukses pemilu. Entah
sesuai dengan asas “luber” alias langsung, umum, bebas dan rahasia. Diimbangi
dengan pola NPWP (nomer piro wani
piro). Soal bagaimana pasca janji dan sumpah jabatan, itu urusan nanti. Hanya
soal waktu.
Politik digital tidak pandang korban. Perang udara bisa
dilakukan siapa saja. Tidak pakai syarat edukasi. Anak kemarin sore, bermanfaat
selaku penyalur dagang politik. Kian cerdas pelaku utama, kian tampak buta
politik. Survei bergerak bebas di antara pasal hujat dengan pasal jilat.
parpol bintang lima vs ideologi kaki lima. 3/25/201.12:49
PM. Watak dan sifat ramah penduduk Indonesia sedemikian dimanfaatkan oleh pihak asing. Di dalam negeri, lain pasal.
Anak bangsa pribumi dikenal pemaklum. Lebih
dari sekedar pemaaf. Aneka modus penguasa, dianggap hal yang wajar. Menu ujaran
kebencian sejalan dengan ujaran kebohongan, dianggap angin lalu. Karena
panggilan tugas. Apalagi penguasa yang dipilih langsung oleh rakyat. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar