Halaman

Kamis, 24 November 2022

wegah rugi, apa manèh mènèhi wong liya

wegah rugi, apa manèh mènèhi wong liya 

Makanya, adab  berbangsa lebih familier dengan sebutan tukar guling. Diangkat seangkatan menjadi politik transaksional. Pengusaha asli pribumi nusantara, terbiasa dengan fenomena gulung tikar. Apa iya bangsa yang superheterogen, mégakompleksitas, serba multi ini mudah dituntun. Beda pilihan, beda warna partai cukup jadi alasan “main polisi keroyokan di tempat”

Belum ada lembaga survei tanpa survei, paket survei hemat berbayar sesuai pesanan dengan pola hitung mundur. Bahwasanya, setiap kabupaten/kota terwakili generasi media sosial (medsos). Walau mungkin tidak tersedia di semua provinsi. Aspek lain, malah bisa sampai tingkat kelurahan/desa atau sebutan lainnya.  Sejarah kaping  pitu membuktikan bahwa genereasi medsos menjadi kelompok elit. Jangan heran, semacam petugas partai atau presiden, tampak riang jenaka ber-medsos. Entah motif, corak, ragam dan bentuk tayangannya. Penulis belum pernah melihat.

Kali ini ambil garis tengah. Mewakili semua pihak dimaksud. Pihakan yang merasa walau tidak disebut, apalagi disenggol. Fakta tancap gas, langsung gebèr tiada gigi dua. Selalu ada di muka pak kusir yang sedang bekerja. Andalkan peta sejarah masa lalu. Kapan sampainya. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar