Halaman

Sabtu, 26 November 2022

apa . . . haa . . .

apa  . . . haa . . . 

Ini cerita masih sedang dalam proses  konstruksi maupun rekonstruksi. Disinyalir jauh dari dugaan  pasal penyakit mulut dan kuku. Berlanjut 24 di jalanan sampai parlemen atau panggung wakil rakyat. Tidak  pandang bulu jenis kelamin maupun kadar ideologi bawaan. Paket bahasa tubuh – goyang tanpa goyang –bekorelasi dengan ekspresi wajah, bukaan  mulut. Hanya bisa terlaksana pada acara tatap muka langsung,

Terbiasa biasa bicara searah. Diminta maupun tidak diminta. Ngeceplos polos lolos nyaris tanpa titik  koma. Melihat pendengar diam, dikira menyimak dengan seksama. Menambah semangat dan kreativitas ujar bebas tanpa sanksi.

Begitu ada pihak memotong atau menyela pembicaraan. Pura-pura tidak dengar. Biar dikira sibuk   mikir saja lama. Terkaget-kaget diberi tahu ada pihak yang ingin tahu. Meminta pertanyaan diulang secara jelas, pelan, terstruktur sambil menyodorkan kupingnya.

Apa  .  .  .”  reaksi spontan. Wajah menyiratkan belum paham maksudan lawan bicara. Jidat berlipat, seolah mikir berat . Bukti ringan daya dong rendah. Tepuk tangan, teriakan, suit-suit hadirin mendongkrak rasa bangga. Selaku narator kebangsaan, tepat tidak tepat, pokoknya asal menjawab. Terjadilah diskusi, dialog, debat tanpa tema.

Haa  . . . “ serunya plus mata ternganga. Kuping masih berfungsi. Daya cerna otak perlu stimulus. Belum nyambung antara hafalan dengan pertanyaan sederhana. Mulut komat-kamit unjuk kepakarannya. Telunjuk bergetar di bawah sadar. Pertanyaan mirip  pernyataan dianggap tuduhan balik.  Menguak fakta jati dirinya. Semakin disangkal. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar