thukmis (manthuk-manthuk lamis), capres alternatif
Getaran nuansa alami yang dicerna
kasat mata. Sistem sirkulasi dan siklus waktu, padahal aksi pergantian
perjalanan waktu bersifat linier, menerus, tidak berulang, berlipat. Kekurangan
waktu maupun kehilangan waktu berharga, menjadikan umat manusia merapat ke
bumi. Saat jidat rata bumi dan merapat ke bumi. Mendekat ke bayangan diri.
Padahal filosofi njawani bagi kaum hawa, adalah jangan
sekedar 3M (macak, manak, masak). Tetap jadi syarat sebagai wanita karier, ibu
rumah tangga. Sekedar dalil banding-sanding-tanding, simak “opor-opor bèbèk mentas
awaké dhèwèk”. Maksudan peribahasa Jawa sebagai cermin Watak, Sifat, dan Perilaku
manusia Jawa, adalah wong yang sukses
dari usahanya sendiri. Kinerja duduk manis tanpa keringat mandiri. Bukan sukses
tiban.
Wajar jika mata indra manusia politik memahami bahwa
kursi kuasa politik berwujud fisik, kasat mata, benda dapat dilihat, dapat
diraba. Serta dapat dipanggil dengan umpan biaya politik. Perulangan sejarah
paket “revolusi dan ideologi” tetap tak akan sepi peminat. Semakin diantipati, alergi
secara moral kenusantaraan, mereka akan semakin “berani mati demi”.
Air mata buaya sudah menjadi trade mark penguasa
dari kalangan kaum hawa. Bukan juga. Suara berhiba-hiba muncul dari wajah
garang, merasa prihatin dengan nasib negara. Mendaur ulang ramuan mental.
Merasa bisa mengatur negara jika diberi kuasa. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar