rakyat tapak tanah tanpa perjanjian ikatan status ideologi
Bahwa Indonesia sebagai negara agraris, masih berlanjut. Negara
maritim kepulauan, terkoneksi oleh tol laut.
Nenek moyangku seorang pelaut. Tidak ada konektivitas dengan perjuangan “pahlawan
devisa”. Sambung nyawa, sumbang nyawa di negeri orang.
Bahwa sistem multipartai sederhana,
memberi peluang parpol numpang liwat, parpol jual tampang, parpol benalu. Mégaéfék multipartai
pembuka praktek negara multipilot, pemacu pemicu multikonflik.
Lazimnya sebuah rezim, tepatnya di éra mégatéga, bukan sekedar menjelma menjadi kezaliman, kelaliman. Maklum. Memang memang sebegitunya. Sudah sebagai langkah politik yang optimal. Mentok atas bawah. Jeblok samping. Apalagi tampak depan. Semrawut binti awut-awutan. Pokoké menang. Kian lama berkubang di syahwat politik, semakin licik dan picik. Sejalan dengan dalil bahwasanya daya ideologi bisa diwariskan ke anak cucu. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar