setiap orang bisa menjadi pemimpin, namun tidak setiap pemimpin bisa menjadi orang
Ketika kaum bangsa nusantara paham bahasa. Apa saja dibahasakan.
Memang harus demikan serta berlanjut bersama
adab bernusantara. Menjelasakan yang jelas-jelas, pasti-pasti, kasat mata,
konkret, terukur. Nasib yang sama untuk
ikhwal sebaliknya. Untuk mendapatkan batas beda. Bukan sekedar kanan-kiri, atas-bawah, dalam-luar, panas-dingin. Kesepakatan titik
temu beda pemahaman, beda persepsi, beda pandangan.
Adalah olok-olok politik; pendengung,
pendenging, pendengki; literasi anarkis; pengekor, pendèrèk, pengintil hingga
sampai tes wawasan kebangsaan. Ironis binti miris, pihak yang mampu memproduk
ujaran kebencian
dan atau menggadakan ujaran kebohongan, merupakan ciri utama dan pertama
sebagai pancasilais. Aneka ujaran bisa sampai ke tangan pengguna akhir,
penerima manfaat berkat jasa TIK. Siapa yang menguasa media massa, siap mengelola ankea ujaran dengan berbagai
versi.
Betul, kata ‘pèndèk’ juga merupakan
khazanah bahasa Indonesia. Singkat kata, pèndèk kata, ringkas ujaran, ternyata
menggunakan bahasa tulisan dan atau bahasa lisan, perlu ilmu. Didukung
pengalaman dalam mengolah kata dan kalimat. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar