Halaman

Jumat, 16 September 2022

gila, tanpa bakat tanpa rencana

gila, tanpa bakat tanpa rencana 

Kata ‘gila’ malah menunjukkan kesehatan, kewarasan, kenormalan manusia. Ide-ide gila muncul dari potensi diri manusia genius, super, cerdas, brilian. Daya otak di atas rata-rata manusia. Gila hormat, gila jabatan, gila pangkat bukan penyakit rakyat jelata. Lidah rakyat membaca lema ‘gila’ dilafalkan jadi édan, sinting, gedeng, gemblung, tiyang éwah. Beda dengan nggilani. Terjadi ketika rakyat melihat orang gila kursi.

Perilaku yang dipertontonkan oleh manusia politik – tepatnya wayang politik, robot ideologi, boneka partai, budak partai – menampilkan menu yang tidak dibutuhkan rakyat. Antar parpol yang jagonya maju, atau mendukung jago lawan politik, sepertinya sedang rembug serius. Rembug politik tak jauh dari arisan kekuasaan. Sesama petugas partai dilarang saling berebut kursi yang sama.

Paribasan njawani berbasis tembung ‘édan’, mengalami penyesuaian. Tiwas édan tenan, tetep  ora keduman. Édan pitung keturunan tetep durung keturutan. Terjadi di nusantara, orang yang sama-sama tidak tahu tapi punya gaya sok tahu. Jujur menjawab “tidak tahu” takut dianggap lebih bodoh ketimbang orang gila. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar