obral harga (diri) demi
Segitiga demit nusantara : harta, takhta, jelita. Mencetak anak bangsa,
putera puteri asli daerah, pribumi, sanggup melakukan apa saja. Langsung praktek
demi tujuan, segala modus, aneka cara halal, legal dan konstitusional. Bagi kaum hawa, maka
tetap ada incaran obyek vital : harta, harta, harta ditambah mahkota, takhta.
Akhirnya daya juang yang tersisa
adalah menunggu jatuh tempo. Sambil menghitung hari, ada yang menungu wangsit.
Bagi yang berharap, beringin, bermau lanjut ke periode kedua atau terakhir,
menunggu durian runtuh.
Bahwa sumber daya politik yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, Namun kiranya, praktek
tata kelola yang ada, sejak dieksploitasi plus diekploirasi sebenarnya sudah
tidak sepenuhnya dikuasai negara. Sebaliknya, gugus kendali mutu ada di tangan operator, para politisi, pejabat
birokrat. Perpanjangan tangan investor mutlipihak.
Degenerasi generasi tanpa bentuk,
kontaminasi hutan belantara politik nasional, konflik
sosial, ketidakadilan politik serta korupsi konstitusi menjadi agenda
terselubung. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar