Halaman

Minggu, 18 September 2022

dulu doeloe, sekarang saiki

dulu doeloe, sekarang saiki 

Waktu kejadian kasus hingga bisa jadi perkara hukum, masalah sosial kebangsaan. Tidak pakai satuan waktu maupun bingkai waktu. Khazanah bahasa pun sesuai saat itu. Belum dikenal bahasa  gaul. Kian cerdas anak peranakan bangsa pribumi berbahasa kian  irit berpikir, reaksi mulut kian cepat, kaki-tanggan kian ringan. 

Hidup di lingkungan manusiawi, pasal adab bernusantara “buang sampah sembarangan” masih lumrah, lazim. Bahkan wajar jika mengacu istilah the best of available of technology sesuatu cara yang paling baik yang ada, yang  siaga, yang bisa dilakukan sebenarnya itu adalah sudah lebih dari cukup

Menyangkut soal duduk perkara, kiranya pemirsa malah yang lebih paham seluk-beluk  kasus. Sedangkan tim pencari gara-gara, hanya mengadalkan pasal-pasal. Penjelasan landasan yuridis, filosofis, sosiologis, bahkan proses pembentukannya, sampai kemudian kaitannya dengan Pasal xxx, yaitu larangan “buang sampah sembarangan”  di rimba belantara politik tak bertu(h)an. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar