Halaman

Senin, 12 September 2022

ojo gumunan, riwayat pribadi di cangkem tetangga

ojo gumunan, riwayat pribadi di cangkem tetangga 

Peretasan dokumen rahasia milik negara, data penduduk bocor. Hal biasa. Masalah kecil. Anggaran pembangunan “bocor” sedari awal. Tersirat pada sistem penganggaran. Kompromi politik bebas sanksi.  Frasa “tidak merupakan akibat yang harus nyata terjadi”. 

Jangankan skala nusantara. Daya jelajah, tembus, rekam radar tetangga tidak ada duanya. Belum diatur secara tersurat, éksplisit yuridis formal di pasal “adab bertetangga”. Tetangga  dimaksud, sejak pensiun dari Pertamina kembali ke kampung halaman, lokasi kelahiran. Rumah dihuni anak sulung plus cucu. Terjadilah kejadian 3 (telu) kali kejadian di luar akal sehat manusia sehat.  

Pertama. Entah kapan datang ke rumah anaknya.  Saat tatap muka, langsung tunjuk plus ujar  bahwa saya dulu suka sakit. Jadi, kalau ke masjid, saya temani jalan kaki cepat. Malah pasang tampang asli bégo. Tidak kuat jalan kaki jawabnya memelas. Sholat saja duduk di bangku.

Kedua. Suatu pagi pagi tanpa diminta mendahului tanya:”Tadi tidak kelihatan di masjid? Sakit ya!”.  Tangan kanan menujuk wajah saya. Baru semingguan ke masjid merasa “ahli masjid”.            

Ketiga. Jelang lelap malam. Pemanasan kaki sekitar blok tempat tinggal. Gaya zig-zag, putar   balik tanpa beri tanda. Kebetulan tetangga yang terhormat lewat mbonceng cucunya. Mulut nerocos bocor sambil main tunjuk:“Jalannya aneh .  .  .  “. Lanjut pagi harinya. Buka mulut tentang temuan semalam:”Jalan tiba-tiba mbalik. Bingung karena umur ya?” Tidak kujawab, karena ada anak sulungnya. Kesempatan berkutnya. Saat sua langsung saya damprat:”belum paham teknik jalan kaki!”. Komentar bukan tanda orang cerdas, malah pamer bégo.

Wajarlah namanya tetangga. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar