copras-capres menggores tembok demokrasi nusantara
Seni merias, menghias, memoles tembok
berbasis frasa “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul,
dan mengeluarkan pendapat”. Beda nasib dengan pasal olah raga prestasi panjat
dinding. Beda jauh dengan lomba panjat pinang.
Padahal seni berdemokras subversi nusantara
beda teori, lain pratek dengan kedaulatan rakyat. Muka tembok adu kuat, kuasa,
kaya rebut kursi yang sama.
Singkat kata. Mengapa masih ada
pihak yang merasa telah berbuat banyak buat negara. Bahkan kontradiksi dari
fakta sejarah perjuangan, mati kanggo negoro, ora opo-opo. Menjadi mati
rebutan kursi, hal biasa, bukan nista. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar