Halaman

Jumat, 11 Februari 2022

kangsa adu jago mbokdé mukiyo, dudu ngangsa tarung babon

 kangsa adu jago mbokdé mukiyo, dudu ngangsa tarung babon

Mbèbèki, mbanyaki .  .  .  watak manusia kebinatangan. Beda dengan kaki kesemutan. Beda jauh  dengan sedang kesetanan. Namun konstitusi nusantara menjelaskan bisa  terjadi berbarengan pada saat yang sama. Melakoni kehidupan bernegara. Modal di bawah  tempurung keluarga. Merasa kemana kaki melangkah adalah dunianya.

Kembali ke“mènthok-mènthok lakumu sangsaya mentok”.  Sekedar lagu lawas, bisa jadi dolanan bocah. Ditembangkan sambil njoget. Akhirnya jalan di tempat. Melaju berkemandirian hadapi dalan  notog, buntu. Coba injak  gas di tanjakan, jidat notog.

Merasa keturunan “bantèng ketaton”.  Opo-opo kudu kelakon. Ironis  binti miris “ngerti wewaton sangsaya tumindak waton”. Etnis  Betawi lebih suka gara-gara kompor meleduk.

TPAK perempuan (Bappenas, Oktober 2018) yang rendah menjadi salah satu penyebab pilar daya saing efisiensi pasar kerja Indonesia berada pada peringakt rendah (96 dari 137 negara). Kaum muda cenderung berkeahlian rendah dan menjadi pekerja rentan. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar