kangsa adu jago mbokdé mukiyo, dudu ngangsa tarung babon
Mbèbèki, mbanyaki . . . watak manusia kebinatangan. Beda dengan kaki kesemutan. Beda jauh dengan sedang kesetanan. Namun konstitusi nusantara menjelaskan bisa terjadi berbarengan pada saat yang sama. Melakoni kehidupan bernegara. Modal di bawah tempurung keluarga. Merasa kemana kaki melangkah adalah dunianya.
Kembali ke“mènthok-mènthok lakumu sangsaya mentok”. Sekedar lagu lawas, bisa jadi dolanan bocah. Ditembangkan sambil njoget. Akhirnya jalan di tempat. Melaju berkemandirian hadapi dalan notog, buntu. Coba injak gas di tanjakan, jidat notog.
Merasa keturunan “bantèng ketaton”. Opo-opo kudu kelakon. Ironis binti miris “ngerti wewaton sangsaya tumindak waton”. Etnis Betawi lebih suka gara-gara kompor meleduk.
TPAK perempuan (Bappenas, Oktober 2018) yang rendah menjadi salah satu penyebab pilar daya saing efisiensi pasar kerja Indonesia berada pada peringakt rendah (96 dari 137 negara). Kaum muda cenderung berkeahlian rendah dan menjadi pekerja rentan. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar