fluktuasi nasionalisme kerakyatan
Tidak
salah walau mampu undang masalah. Gaya hidup minimalis bernusantara, bermula tak pakai lama
mikir. Sekali mikir untuk semua tindakan, hemat energi. Percepatan berbahasa,
memadatkan kalimat. Bentukan istilah, contoh
judul menjadi ‘tua
nasi kerak’. Memudahkan peruraian ensensial ikut selera dan daya cerna pemirsa.
Artinya,
anak bangsa pribumi, kaum bumiputera, rakyat tapak tanah, putera-puteri asli daerah adalah insan yang tahu diri, bersyukur,
berterima kasih. Lebih dari itu, mereka sadar dan tidak mau terjerumus ke
lubang yang sama untuk kedua kalinya.
‘nasi
kerak’, produk rumahan. Hasil industri rumah tangga. Sengaja dibuat karena intip goreng, makanan rakyat. Modal model esok hari masih ada sarapan.
‘nasi
kerak’, hasil kesibukan emak-emak. Hobi mengkobar-kobarkan api kompor. Masih bagus tajin bukan
untuk pengganti ASI. Hindari cibiran penyebab stunting. Tanak nasi dengan
nyala api besar, diberongot. Bisa ditinggal kerja yang lain.
Peribahasa “apa boleh
buat, nasi sudah menjadi bubur”, tidak masalah.
Pada saatnya, bau busuk yang disimpan susun rapi, akan terlupakan. Kalah pamor oleh kebusukan lain yang lebih busuk. Kebusukan yang satu kalah dengan kebusukan berikutnya. Ujar ki dalang Sobopawon sambil tepuk jidat. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar