nggih sing suwé . . .
Tata guna politik nusantara, tidak
bisa lepas dari geopolitik global. Bonus kawasan pasar politik bebas, sigap menjadi daerah tujuan aliran ideologi apa saja. Tempat
pembuangan akhir politik apkiran. Kemasan asing menjadikan penerima
manfaat lokal malah bangga. Merasa gengsi, berklas.
Sebutan, wajah hukum nusantara, ramah investor vs ramah koruptor. Padahal,
adab bernusantara, ramah kebijakan dan kepentingan global.
Daya pikat yang dikandung nusantara, diperhitungkan oleh dunia. Status kawasan perdagangan bebas dunia
menjadi promosi gratis. Mendongkrak citra-pesona-wibawa penguasa. Kian
moncèr, mentéréng
sewaktu setahun menjadi tuan rumah G-20 2021/2022.
Industri politik nusantara tak
sanggup memenuhi kebutuhan, konsumsi dalam negeri per kapita manusia politik.
Perut manusia politik yang pelahap, penyantap, pemangsa, penyuka segala.
Multipartai identik organisasi
sayap partai politik. Imbangan multiormas, membengkakkan dalih impor. Dua arah
saling menguntungkan. Mendatangkan guru lebih murah ketimbang berguru sampai
negeri tirai bambu.
Kembali ke judul. Kaping pitu mengira.
Kepriyé, kurang cetha. Ooo, dadi kudu linggih sing suwé. Karepé mbilung. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar