tagih janji, malah ketagihan ngutang
Berkat jasa sebuah kata, dalam hal ini adalah “tagih”. Maka
dua pihak yang tidak ada hubungan diplomatik. Apalagi ikat-kait-kiat sentimen wawasan
kebangsaan. Ternyata nyatanya terjalin konektivitas dua arah
tanpa perwakilan, bebas perantara. Ahli maupun alih bahasa, pilih bungkam. Salah
ucap, asal cuap, nasib diri dipertaruhkan. Muka, wajah, roman, paras,
tampang, rupa ini mau di taruh dimana.
Kejadian generasi belum lahir ketagihan tagihan utang
masa depan.
Jasa perlindungan politik bak arisan kursi pesta demokrasi
yang dibuka didepan, tak pakai model kocokan tiap bulan. Semua pihak merasa
berkepentingan menitipkan nama cucu yang belum lahir. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar