saling silang sila-sila daripada dasar negara
Kawanan iblis yang bercokol di alam nusantara, ada yang
terpaksa PHK, atau non-job maupun pergantian antar waktu, sisanya dirumahkan
sebelum jatuh tempo. Yang dekat dengan manusia bisa ikut nguping berita liwat medsos. Belajar bahasa
manusia. hasilnya jagat informasi nusantara dipenuhi wacana dengki. Satu
dengki ditayangkan, otomatis memacu dan memicu aktivitas sejenis lainnya.
Tentunya tidak pada pasal hidup adab bernusantara. Terjadi di belantara rimba
nusantara tak bertu(h)an. Mirip laga kandang Persija vs Persib. Musuh bebuyutan
sampai anak cucu biologis, yuridis, ideologis.
Di luar lapangan hijau, perang tanding, kolosal,massal lebih atraktif. Tubuh
lawan menjadi bola. Beringas loyalis seolah mereka tak hidup di bumi
Pancasila.
Anggapan dasar, postulat, hipotesis bahwasanya moral
kekuatan adalah moral orang kuat. Kebebasan
manusia politik, politisi bahkan partai politik yang boleh dan bebas berlaku semau
gué. Merasa digdaya tanpa asas banding-sanding-tanding dan sanggup
melakukan secara berkelanjutan. Bersamaan, pihak lain, lawan politik, beda
pilihan yang lemah tak mampu mencegahnya.
Bencana politik kian diformalkan menjadi daya tarik
investor mancanegara, mutipihak agar sudi tanam modal ramai-ramai. Label negara
gemah ripah loh jinawi, menjadi andalan diplomasi, promosi. Nusantara wajib membangun peradaban
hukum janji, berfokus pada tiga komponen, yaitu struktur hukum janji, substansi
hukum jani dan budaya hukum janji.
Jangkitan penyakit politik bersaing ketat dengan agresi
pandemi covid-19. Jurus ampuh terasa umur
teknis tak jauh-jauh dari rapuh diri. Kita orang, maunya serba mau, ada maunya.
Makan pakai tanduk plus jangan,
bilamana perlu ganti piring untuk uji coba menu di meja sebelah. Persaingan
rebut kedudukan tempat pijakan yang bebas hukum. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar