tikus ndas ireng saling sikut sampai kisut
Pernasiban, peruntungan perjalanan hidup
anak bangsa pribumi nusantara. Ada malam ada siang. Ada remaja pulang pagi, ada
negarawan kesiangan. Pertikusan menjadi ciri wanci watak kebangsaan.
Mirip laga olahraga skala regional ASEAN. Mempertahankan
gelaran lebih sulit katimbang rebut kebut. Kompromi politik, hukum saja bisa
dilangkahi. Bebas frontal tanpa tatap muka. Menambah nyali pihakan penyuka
ramai-ramai rebutan kursi dengan modal kursi.
tikus berdasi mati berdiri di lumbung demokrasi. Bukan
peribahasa bebas bersyarat tanpa ikatan moral politik. Kendati menyangkut
ikhwal pasal praktik politik haluan bebas saling libas. Oknum ketua umum partai
politik sampai kawanan loyalis ganda, berlapis masih tetap doyan kursi segala
kapasitas.
Antara perpanjangan tangan, boneka, tenaga bayaran, wakil
global maupun sebutan semaksud sama-sama lebur dalam satu wadah. Pemain lama
dengan pemain tiban, dadakan mengantongi status dan hak yang sama.
Rumput, entah apa nama latinnya. Sudah masuk bahasan
kebajikan: menanam padi, rumput ikut tumbuh. Yang masih serumpun saja bisa
terjadi. Menanam rumput hias, selang waktu malah disalip rumput liar. Sikat-sikut,
aman-aman saja. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar