èfèk mégatéga, antar kawan partai saling nyathèk rebutan nyapres
Kontrak politik dengan asas “siapa
menjadi apa”, “siapa kebagian apa” termasuk pasal bebas “siapa dikorbankan demi
apa”. Kompromi politik nusantara selalu kalah pamor dengan modus multipihak. Fokus
adu nyali sebelum jatuh tempo. Sebelum
disikat, main babat duluan. Sebelum terbukti, buktikan pihak lain lebih
pelampau batas demi bangsa dan negara.
Serba multi bisa dikalahkan oleh serba méga. Pengalaman petugas binaan
partai di periode kedua, kian cerdas beringas, berangasan. Tak pakai mikir
(lama). Belum disuruh sudah bergegas berangkat. Belum ditabuh langsung
berdengung linglung, sudah berdenging nyaring melengking.
Dimotori dan dipelopori bandot politik jebolan era
Orde Baru, kita tak menggunakan rezim karena belum pasti penggantinya lebih
mulia, atau kawanan parpolis kambuhan, karbitan, dadakan. Pemain pasar politik nusantara,
acap kalah pamor dengan pendatang baru, yang serta-merta didaulat sebagai kader
kehormatan partainya.
Proses pesta demokrasi sudah bisa ditebak langkah
konstitusionalnya. Tata niaga politik tetap mengandalkan segala cara untuk
meraih sebuah kemenangan. Semakin banyak pasal, menunjukkan pelaku pesta
demokrasi harus banyak akal. Sigap saling jagal dan saling jegal.
“dikotomi pribumi primitif nusantara, kejam ke sesama vs tajam ke beda warna”. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar