Halaman

Rabu, 20 Juli 2022

demokrasi makan demokrasi

demokrasi makan demokrasi 

Imbas korban iklan layar kaca. Situasional dan kondisional. Kerennya, iklan naik makna disebut “pariwara”. Kapan mau bilang tntang “demokrasi”.

Berkat Perubahan Keempat (tahun 2002) UUD NRI Tahun 1945, menghasilkan tambahan pada Pasal 33, tepatnya berupa ayat (4):

Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Lebih dari seribu fakta atau alasan bahwasanya perlu dicantumkan istilah demokrasi ekonomi. Bukan pesanan dari manusia ekonomi yang pada prakteknya menguasai, mendikte dan menentukan kinerja manusia politik. Kalau murni inisiatif manusia politik, apa boleh buat. Bukan buat apa boleh.

Dibilang juga bahwa sendi-sendi politik bernegara mencakup antara lain sendi demokrasi. Jadi, demokrasi nusantara tidak sekedar bak sistem, jaringan secara horizontal sekaligus berlapis vertikal. Wujudan mufakat untuk ambi keputusan lewat mekanisme musyawarah. Menampilkan sisi pasal “hukum rimba”.

  Demokrasi nasakom, mayoritas tunggal, multipartai plus tirani minoritas  .  .  .  .  .  tak tentu rimbanya. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar