éntuk nduduhi nanging aja kakèhan
Jangan-jangan memang bukan sekedar jangan. Peringatan
“dilarang keras” diterjemahkan ke bahasa Jawa. Penggunaan bahasa pun
harus berhati-hati. Bukan salah ucap. Salah pilah pilih kata atau lema, diksi, bisa mendatangkan lawan, seteru tanpa sengaja.
Maksud hati dan niat tulus jelas baik. Tapi ujaran yang nerocos bisa
berakibat sebaliknya.
Media sosial arus pendek menjadi ajang menistakan diri dengan
aneka ujaran tertulis. Literasi anarkis. Bahasa
yang dipakai, semakin liar merasa semakin cerdas ideologi. mereka, pihak yang
ahli menistakan diri, dengan bangga dan sengaja menjerumuskan diri, merusak
diri, memblusukkan diri sebagai pecundang jago kandang. Bukan monopoli yang tak
makan bangku sekolah. Didominasi penyandang gelar akademis. Berderet dan lebih
panjang daripada nama diri.
Karakter manusia politik dengan daya pikir, olah nalar, asah logika yang
dominan menggunakan metoda glass box. Daya responsifnya bersifat
spontan. Tanpa pikir panjang atau tanpa proses otak dan hati.
Ironis binti tragis, bahwasanya daya ideologi pelaku politik, sebatas asas menang ora menang, sing penting tetep éntuk-éntukan. Berkat format méntal mukiyo: durung ditakoni wis ngarani. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar