Halaman

Sabtu, 12 Maret 2022

konflik ideologi, biang dari radikal, séparatis, téror

konflik ideologi, biang dari radikal, séparatis, téror

 Jika setiap anak bangsa pribumi nusantara, sadar diri, paham diri, tahu diri  mempraktikkan  sikap adil terhadap sesama dalam menjalankan kehidupan sosial atau adab bermasyarakat. Mau tak mau, penguasa tinggal melanjutkan ke tahap berbangsa dan bernegara.

Lengkap melek hukum, kita simak UU RI Nomor 7 tahun 2012 tentang Penangan Konflik Sosial. Standar umum, awali asupan isian ilmu dengan fokus menyimak Pasal 1 angka 1 :

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1.                   Konflik Sosial, yang selanjutnya disebut Konflik, adalah perseteruan dan/atau benturan fisik dengan kekerasan antara dua kelompok masyarakat atau lebih yang berlangsung dalam waktu tertentu dan berdampak luas yang mengakibatkan ketidakamanan dan disintegrasi sosial sehingga mengganggu stabilitas nasional dan menghambat pembangunan nasional.

Agar tidak sekedar tahu saja sudah cukup. Perdalam simak pasal, lanjut ke:

Pasal 5

Konflik dapat bersumber dari:

a.                   permasalahan yang berkaitan dengan politik, ekonomi, dan sosial budaya;

b.                   perseteruan antarumat beragama dan/atau interumat beragama, antarsuku, dan antaretnis;

c.                    sengketa batas wilayah desa, kabupaten/kota, dan/atau provinsi;

d.                   sengketa sumber daya alam antarmasyarakat dan/atau antarmasyarakat dengan pelaku usaha; atau

e.                   distribusi sumber daya alam yang tidak seimbang dalam masyarakat.

 Suasana kebatinan rakyat seperti di pasar lelang. Saling hardik, caci maki, bentak menjadi bumbu utama. Mempromosikan produknya secara membabi buta. Ironis binti  miris, telinganya saja tak percaya dengan hujatan, ujaran, jilatan, cuapan  yang muncul dari mulutnya. Bahkan rakyat yang menyandang gelar akademis program strata, tampak berjuang bela seseorang tanpa peduli kata. Miris juga. Tak terbayang manusia macam ini kalau berkuasa, apa jadinya Pancasila.

Apa saja contohnya, contoh nyata di panggung, industri, syahwat politik Nusantara. Susah dijabarkan, diutarakan, diketengahkan. Karena oknum pelakunya tak merasa sedang akrobat politik. Mereka bisa memerankan bahkan melebihi sepak terjang setan. Bahkan pada skala politik tertentu, setan iri dengan “tipu daya manusia”. Setan merasa kalah ilmu, kalah lihai, kalah ahli, kalah licik, kalah julik bahkan kalah nyali dengan modus politik manusia.

Pengalaman ungkap  fakta, saat kampanye, politisi sipil dengan modus watak politiknya memposisikan diri dan menampilkan diri sebagai abdi, pelayan yang setia. Begitu setelah berkuasa, langsung, otomatis mempraktikkan diri sebagai bandar, penguasa tunggal,  majikan, tuan besar, juragan yang seolah merasa sebagai penentu nasib pemilihnya

Séparatisme sebagai bentuk penguatan otoritas politik yang paling ékstrém, radikal kian mewujud  dan cenderung saling bersaing, saling memangsa. Pranata politik kian menampilkan siapa dan atau pihak mana yang menentukan nasib politik negara. Kaderisasi mengalami proses ékstrinsik. Oligarki terkendali. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar