Halaman

Kamis, 30 Januari 2020

Sifat Gas Ringan, Tapi Tidak Untuk Meringankan Beban Rakyat


Sifat Gas Ringan, Tapi Tidak Untuk Meringankan Beban Rakyat

Dari minyak tanah berlaih ke gas. Tentu ada kebijakan berdasarkan kajian yang secara politis masuk kategori pro-rakyat, pro-poor. Terbukti di lapangan, beredar resmi LPG melon khusus orang miskin. Ukuran tabung praktis bagi tukang nasi goreng maupun penjual gorengan.

Proses bahan baku sampai  menjadi ‘gas’ Pertamina – tak mau tahu, produk sampingan atau produk utama – sama rumit, berbelit nya dengan proses penetapan harga jual. Lagi-lagi kebijakan. Kali ini tentang pasal subsidi. Secara awam, kuping rakyat sudah familier dengan istilah subsidi silang.

Wajar jika berlaku hukum ekonomi. Semakin banyak animo, pembeli, pengguna, pelanggan akan berbanding lurus dengan pertambahan nilai jual. Mirip harga tiket pesawat terbang. Kian banyak orang ingin diterbangkan, otomatis harga ikut tinggal landas, terbang.

Rakyat tertempa dengan kebijakan satu barang satu harga, contoh utama pada BBM. Penentu ongkos transport angkutan umum. Tertolong dengan moda angkutan dalam jaringan. Tidak sekedar batasan jauh-dekat. Bisa sesuai asas jemput-antar sampai tujuan.

Era globalisasi menjadi dalih resmi pemerintah dalam menetapkan harga eceran tertinggi LPG. Model perbandingan harga dengan negara sesama ASEAN. Lupa kalau status statis NKRI sebagai negara berkembang. Pemerintah pakai pasal pendekatan ekonomi, bukan pendekatan sosial.[HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar