Halaman

Rabu, 29 Januari 2020

politik nusantara boros ambisi


politik nusantara boros ambisi

Orchestra nasional memadupadankan lagu lawas kebutuhan dasar rakyat yang standar, baku, statis dengan tembang anyar terbarukan kepentingan partai yang dinamis, fluktuatif dan suka-suka. Memahami karakter kepolitikan sang petugas partai, tak urung membuat manusia ekonomi melihat peluang emas. Urusan perut menjadi komoditas. Dirumuskan secara ekonomis profit oriented dan finasial  multinasional sebagai dasar kebijakan impor pemerintah.

Demi urusan perut, rakyat elit (ekonomi sulit) mau tak mau masuk pasar jual jasa bawah perut. Sampai klas prostitusi online atau dalam jaringan. Jual diri dengan mengkorbankan harga diri, martabat kemanusiaan. Padahal, syahwat politik nusantara secara tak langsung mengurus urusan bawah perut.

Pihak lain. Demi nikmat pantat, meraih harga sebuah kursi kekuasaan. Pakai pasal jual bangsa. Minimal, menunjukkan kepada bangsa lain betapa moral politik Nusantara dengan olok-olok politik. Peolok-olok politik merasa lebih mulia tinimbang kedua orang tuanya. Saking mulianya, tangan kanan merasa gengsi untuk berkongsi dengan tangan kiri.

Grafik karir manusia politik merupakan kurve normal. Klimak, titik puncak, kulminasi atas pada posisi wakil rakyat, kepala daerah, pembantu presiden bahkan presiden atau petugas partai. Setelah itu bisa terjun bebas tak bertuan.

Sistem estafet kepemimpinan nasional serba tergantung. Mengandalkan wangsit sampai berharap revolusi. Tenaga dalam ternyata terbukti kurang sakti, kurang manjur, kurang ampuh, kurang cespleng dibuktikan oleh petugas partai.

Era kompetisi bebas, laga bebas antar manusia politik, bak buih, busa di ombak bebas aktif. Sampai kedalaman dasar samudera, akar rumput, tetap senyap adem ayem. Bukan berarti bebas bencana politik buatan manusia.

Secara periodik terjadi pergantian busa, buih ombak kehidupan. Mereka yang membutuhkan dukungan rakyat agar tetap eksis. Bukan sebaliknya. Mengkhianati kepercayaan rakyat, jelas bukan akibat dari hasutan, bisikan, godaan, bujuk rayu, maupun ATHG, ajakan iblis dengan koalisi, kroninya.

Sadar diri rakyat dengan posisinya, tetap teguh menegakkan keutuhan NKRI. Sunyi diri rakyat yang pemaklum, membuat suara langit yang bicara.

Di jalanan, ada saja tipe anak bangsa pribumi nusantara yang lingkar perut jauh di atas lingkar dada. Tanda manusia makmur sejahtera. Pemakan, penikmat kuliner tanpa pandang bahan baku, komposisi dan kandungan gizi. Ditilik dari busana apalagi atribut partai, memang tidak masuk kategori masyarakat kurang beruntung. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar