dogma Islam nusantara vs
akumulasi sekte lokal
Memudahkan daya cerna pemirsa, tanpa pandang gender,
status edukasi serta pasal lain. Kita asumsikan label ‘Islam nusantara’ hanya
sebatas wacana bebas. Ingat lagu ‘nusantara’ Koes Plus. Format resmi pakai
gelaran wawasan nusantara.
Membaca nusantara dengan menyimak karya sastra, tertulis
atau lisan sambung-menyambung. Masih merasa kurang yakin, perbaiki menu gizi
harian. Jangan terpengaruh pariwara obat, suplemen, alat bantu bahkan terapi
mistis.
Jangan lupa, anak bangsa pribumi sejauh ini, sedekat itu
masih dalam taraf belajar beragama. Tidak bisa dipersalahkan. Seperti negara
berkembang. Yang sifatnya rukun, adab atau given, belum masuk betul. Malah
sibuk mabuk ngotak-atik yang sifatnya cabang. Kian ada alternatif lain untuk
memperkaya khazanah.
Pakai ilmu untuk mempraktikkan agama. Plus jiwa bersih,
tenang, sehat. Terjebak permainan menerapkan
asas "stereotype" dan "prejudice" kepada pihak beda
pandangan hidup. Tidak menguasai substansi, akhirnya main serang pribadi
seseorang. Sewatak dengan peolok-olok politik.
Pasti, rumput tetangga tampak menggiurkan selera lokal. Makanya,
sering bercermin. Atau sesekali coba liwat gang senggol. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar