bencana alam serentak vs
episode tragedi politik
Bahasa manusia bersebut ‘bencana
alam’. Manusia religi merasakan sebagai ujian, peringatan atau peluang mawas
diri, kesempatan koreksi diri total. Bahasa alam membuktikan sifat serakah anak
cucu nabi Adam a.s berdampak, berbalas langsung di tempat kejadian perkara. Tak
pakai lama.
Pihak yang tak tahu ada laku manusia
merubah komposisi alam demi dan sedemikian formal. Ambil sikap tutup mata atau
matanya ada yang menutupi. ‘Pagar makan tanaman’ hanya kejadian kecil, harian,
biasa, lumrah. Sikat bersih, sapu habis pihak yang beda pilihan atau
jelas-jelas sebagai lawan politik.
Soal kursi, tak ada kata teman. Teman
sama-sama berjuang belum tentu sama-sama berkursi.
Karhutla bukan bencana alam. Hanya akibat
kesalahan administrasi, salah prosedur. Tak ada kaitan yuridis, ikatan moral
dengan ramah investor. Bencana alam lokal, skala dapil, menjadi bukti
pengorbanan.
Semakin berjubel, berlapis, bertingkat manusia pilihan. Terpilih menjadi wakil rakyat, wakil daerah, kepala desa, kepala daerah, kepala negara jika ‘terpaksa unjuk gigi’. Alam akan meladeni dengan asas setara, seimbang. Semakin banyak kursi di satu kendali berbanding lurus dengan reaksi alam. [HaéN]
Semakin berjubel, berlapis, bertingkat manusia pilihan. Terpilih menjadi wakil rakyat, wakil daerah, kepala desa, kepala daerah, kepala negara jika ‘terpaksa unjuk gigi’. Alam akan meladeni dengan asas setara, seimbang. Semakin banyak kursi di satu kendali berbanding lurus dengan reaksi alam. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar