Halaman

Kamis, 30 Januari 2020

Kebebasan Berkeyakinan vs Keyakinan Berkebebasan

Kebebasan Berkeyakinan vs Keyakinan Berkebebasan

Negara Indonesia adalah negara hukum. Ironis binti miris, hukum dibuat untuk dilanggar. Berkembang menjadi aturan tertulis, pasal tertulis memberi peluang. Jika yang tak tertulis, yang tak tersurat, pasal karet alias tahu sama tahu, anggap sebagai celah, itu yang dicari. Mirip aplusan jaga. Hitungan menit bahkan detik, sangat berarti bagi ahlinya.

“Jangan buang sampah sembarangan”, “Awas Copet” atau rambu-rambu lalu lintas menjadi pratanda, sinyal. Silahkan cari terobosan atau waktu yang aman. CCTV tak memberi efek jera, malah masuk tipi gratis.

Tata bahasa, pemilihan kata, susunan kalimat bisa bias makna, multitafsir. Bahasa keren adalah interpretasi yang tergantung akal si pengguna, pemanfaat. Suka-suka main cerna sesuai kebutuhan saat itu. Apalagi yang punya hobi iseng, usil, jahil atau sok politik.

Pernah saya bilang. Seni membuat judul, menyandingkan dua judul induk ‘serupa tapi tak sama’. Senasib dengan judul di atas. Agar tak gagal paham, saya cuplik definisi:

Kebebasan Berkeyakinan; yakni kebebasan individu untuk untuk meyakini kepercayaan atau agama diluar kepercayaan atau agama yang ditetapkan pemerintah, serta tidak adanya tindakan represi dari satu kelompok masyarakat terhadap kelompok masyarakat lain yang menolak kebijakan pemerintah terkait dengan salah satu keyakinan.

Termuat 3 indikator:
1.             Aturan tertulis yang membatasi kebebasan atau mengharuskan masyarakat dalam menjalankan agamanya;
2.             Tindakan atau pernyataan pejabat Pemerintah yang membatasi kebebasan atau mengharuskan masyarakat untuk menjalankan ajaran agamanya; serta
3.             Ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan dari satu kelompok masyarakat terhadap kelompok masyarakat lain terkait dengan ajaran agama

. . . . . dan selanjutnya, simak di Indeks Demokrasi Indonesia.

Mau tahu apa saja keterbalikannya dengan frasa Keyakinan Berkebebasan.

Jika setiap kepala sama hitam, beda ujung jari maupun panjang lidah, jelas serba beda. Dari satu cangkem pun bisa muncul tergantung pengalaman hidup.[HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar