Halaman

Minggu, 05 Juli 2015

uber bonus berkah Ramadhan vs uber diskon harga toko

uber bonus berkah Ramadhan vs uber diskon harga toko

Faktor pengaruh maupun faktor penentu masyarakat Nusantara saat melaksanakan ajaran agamanya, adalah masih terasanya pengaruh adat istiadat, budaya, kebiasaan turun temurun, kepercayaan mistis, kearifan lokal maupun faktor lingkungan serta eksternal. Tak terkecuali pelaksanaan ibadah puasa Ramadhan. Seolah pelaksanaan ibadah puasa berjalan berdampingan dengan tuntutan pelestarian budaya.

Imbas, dampak dan efek puasa Ramadhan mampu dirasakan semua umat beragama di Indonesia. Roda dan argo ekonomi rakyat bergerak cepat. Muncul pelaku ekonomi dadakan. Sandang pangan berbagai ragam mudah ditemukan, mulai dari pinggir jalan sampai pusat belanja. Pernak-pernik dan manik-manik penyemarak ibadah puasa nampak atraktif, sensasional dan modis, bisa-bisa bisa mengalahkan hakikat roh dan jiwa puasa.

Makna kandungan berkah bulan Ramadhan dijelaskan melalui berbagai hadits, yaitu 10 hari awal Ramadhan adalah rahmat, 10 hari pertengahan Ramadhan adalah magfirah (ampunan), dan 10 terakhir dari bulan Ramadahan adalah bebas dari api neraka. Janji Allah kepada hamba-Nya yang masih menunaikan ibadan puasa sampai memasuki sepuluh hari terakhir Allah adalah dijauhkan dari api neraka (‘itqu min al-naar). Terjauhkan dari api neraka berarti orang akan pasti langsung masuk syurga, tapi untuk bisa terbebas dari api neraka.

Tak kurang orang mengakali dengan lebih fokus disepuluh hari terakhir. Atau mencegat dan menghadang waktu khusus disepuluh hari terakhir dengan betribadah secara total.  Ironis, memaknai ‘dijauhkan dari api neraka’ berlaku seumur hidup, sehingga bebas berbuat apa saja di 11 bulan pasca Ramadhan. Atau merasa bebas puasa di Ramadhan berikutnya.

Menikmati dan menyisiasati etape 10 hari terakhir Ramadhan dengan mewujudkan komponen hidup berkah. Khususnya mengaktualisasikan hidup berkah melalui keteladanan sikap dan sifat terpuji, yaitu membiasakan sifat malu yang positif. Malu (al-haya') adalah kunci keutamaan sebab rasa malu membuat Muslim bersikap hati-hati untuk tidak berbuat maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.

Rasulullah SAW pernah memberi nasihat kepada para sahabatnya. "Hendaklah kalian merasa malu kepada Allah dengan sebenar-benarnya." Para sahabat menimpali, "Alhamdulillah, kami sudah merasa malu kepada Allah, ya Rasul."

Rasulullah SAW lalu menyatakan, "Tidak, kalian belum merasa malu. Orang yang betul-betul merasa malu di hadapan Allah hendaklah menjaga kepala berikut isinya (pikiran positif), menjaga perut berikut isinya (makanan dan minuman yang halal dan thayib), dan mengingat mati serta musibah. Siapa yang menginginkan kebahagiaan akhirat, hendaklah meninggalkan perhiasan dunia. Siapa yang sudah melakukan itu semua, berarti telah betul-betul memiliki rasa malu." (HR Tirmidzi).

Kata kunci ‘hendaklah meninggalkan perhiasan dunia’ tak lepas dari pasal tuntutan pelestarian budaya. Tak jauh dari makna pernak-pernik dan manik-manik penyemarak ibadah puasa. Sudah jamak, umat Islam, khususnya jamaah masjid, lebih sibuk menyambut berakhirnya Ramadhan sekaligus menyambut datangnya hari raya kemenangan, 1 Syawal dengan berbagai acara. Masjid ditinggalkan atau pindah ke masjid di tempat kelahiran. Panggilan diskon harga lebih menarik hati, lebih mendominasi sekaligus mengkontaminasi telinga hati.

Umat Islam sibuk menyiapkan buka puasa akbar di akhir Ramadhan. Jika 1 Ramadhan tidak ada versi pemerintah vs versi organisasi kemasyarakatan, dimungkinkan 1 Syawal terjadi beda versi. Logis, jika umat Islam memilih 1 Syawal yang lebih awal.


Jadi, totalitas dalam melaksanakan ibadah puasa Ramadhan, selain berbasis pada Al-Qur’an, lebih diperjelas dalam sunnah Rasul. Bahkan sampai ke pasal yang remeh temeh. Tinggal bagaimana kita memaknai dan melaksanakan lebih lanjut. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar