uber bonus berkah
Ramadhan vs uber diskon harga toko
Faktor pengaruh maupun faktor
penentu masyarakat Nusantara saat melaksanakan ajaran agamanya, adalah masih
terasanya pengaruh adat istiadat, budaya, kebiasaan turun temurun, kepercayaan
mistis, kearifan lokal maupun faktor lingkungan serta eksternal. Tak terkecuali
pelaksanaan ibadah puasa Ramadhan. Seolah pelaksanaan ibadah puasa berjalan
berdampingan dengan tuntutan pelestarian budaya.
Imbas, dampak dan efek puasa
Ramadhan mampu dirasakan semua umat beragama di Indonesia. Roda dan argo
ekonomi rakyat bergerak cepat. Muncul pelaku ekonomi dadakan. Sandang pangan
berbagai ragam mudah ditemukan, mulai dari pinggir jalan sampai pusat belanja.
Pernak-pernik dan manik-manik penyemarak ibadah puasa nampak atraktif,
sensasional dan modis, bisa-bisa bisa mengalahkan hakikat roh dan jiwa puasa.
Makna kandungan berkah bulan Ramadhan dijelaskan
melalui berbagai hadits, yaitu 10 hari awal Ramadhan adalah rahmat, 10 hari
pertengahan Ramadhan adalah magfirah (ampunan), dan 10
terakhir dari bulan Ramadahan adalah bebas dari api neraka. Janji Allah kepada
hamba-Nya yang masih menunaikan ibadan puasa sampai memasuki sepuluh hari
terakhir Allah adalah dijauhkan dari api neraka (‘itqu min al-naar).
Terjauhkan dari api neraka berarti orang akan pasti langsung masuk syurga, tapi
untuk bisa terbebas dari api neraka.
Tak kurang orang mengakali dengan lebih fokus
disepuluh hari terakhir. Atau mencegat dan menghadang waktu khusus disepuluh
hari terakhir dengan betribadah secara total. Ironis, memaknai ‘dijauhkan dari api
neraka’ berlaku seumur hidup, sehingga bebas berbuat apa
saja di 11 bulan pasca Ramadhan. Atau merasa bebas puasa di Ramadhan
berikutnya.
Menikmati dan menyisiasati etape 10 hari terakhir
Ramadhan dengan mewujudkan komponen hidup berkah. Khususnya mengaktualisasikan
hidup berkah melalui keteladanan sikap dan sifat terpuji, yaitu membiasakan
sifat malu yang positif. Malu (al-haya') adalah kunci keutamaan sebab
rasa malu membuat Muslim bersikap hati-hati untuk tidak berbuat maksiat kepada
Allah dan Rasul-Nya.
Rasulullah SAW pernah memberi nasihat kepada para
sahabatnya. "Hendaklah kalian merasa malu kepada Allah dengan sebenar-benarnya." Para sahabat menimpali, "Alhamdulillah, kami sudah merasa malu kepada Allah, ya Rasul."
Rasulullah SAW lalu menyatakan, "Tidak, kalian belum merasa malu. Orang yang betul-betul merasa malu di
hadapan Allah hendaklah menjaga kepala berikut isinya (pikiran positif),
menjaga perut berikut isinya (makanan dan minuman yang halal dan thayib), dan
mengingat mati serta musibah. Siapa yang menginginkan kebahagiaan akhirat,
hendaklah meninggalkan perhiasan dunia. Siapa yang sudah melakukan itu semua,
berarti telah betul-betul memiliki rasa malu." (HR Tirmidzi).
Kata kunci ‘hendaklah
meninggalkan perhiasan dunia’ tak lepas dari pasal
tuntutan pelestarian budaya. Tak jauh dari makna pernak-pernik dan manik-manik penyemarak ibadah puasa. Sudah jamak,
umat Islam, khususnya jamaah masjid, lebih sibuk menyambut berakhirnya Ramadhan
sekaligus menyambut datangnya hari raya kemenangan, 1 Syawal dengan berbagai
acara. Masjid ditinggalkan atau pindah ke masjid di tempat kelahiran. Panggilan
diskon harga lebih menarik hati, lebih mendominasi sekaligus mengkontaminasi
telinga hati.
Umat Islam sibuk menyiapkan buka puasa akbar di akhir
Ramadhan. Jika 1 Ramadhan tidak ada versi pemerintah vs versi organisasi
kemasyarakatan, dimungkinkan 1 Syawal terjadi beda versi. Logis, jika umat
Islam memilih 1 Syawal yang lebih awal.
Jadi, totalitas dalam melaksanakan ibadah puasa
Ramadhan, selain berbasis pada Al-Qur’an, lebih diperjelas dalam sunnah Rasul.
Bahkan sampai ke pasal yang remeh temeh. Tinggal bagaimana kita memaknai dan
melaksanakan lebih lanjut. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar