menjadi Negarawan,
keberatan syarat
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA Wednesday, 25 February 2015, 05:23 WIB --
Pendiri Maariff Institute, Ahmad Syafii Maarif, berpendapat bahwa politisi
Indonesia sebaiknya "naik kelas" atau berubah pandangan menjadi
negarawan. "Jangan cuma hanya jadi politisi, tetapi harus bisa
naik kelas menjadi negarawan agar tidak hanya mementingkan suatu golongan," kata Ahmad Syafii Maarif di Jakarta, Selasa
malam.
Menurutnya, jika politisi bisa berpandangan seperti
negarawan maka keadaan Indonesia akan lebih baik dan tidak ada saling
menjatuhkan satu sama lain. "Bedanya, kalau negarawan pasti mempunyai rasa
memiliki terhadap bangsa, sehingga tidak ada korupsi yang bisa merugikan
negaranya sendiri," ujarnya.
Selain itu ia juga berpendapat, sifat negarawan bisa
menghindari atau mengurangi konflik antargolongan dan berbagai polemik yang ada
di Indonesia. "Untuk mempunyai rasa saling memiliki sebagai bangsa, harus
membawa semangat fikih yang sesuai dengan tujuan utama syariah, yaitu 'al
maslahah al ammah' (kemaslahatan umum)," kata dia.
Syafii menjelaskan tujuan utama syariah akan tercapai
jika kita mau berpikir serius dan berusaha mencerdaskan umat agar tidak
terjebak pada fanatisme golongan seperti sifat politik. Ke depannya, ia
berharap agar semua golongan bersatu jika memang untuk kepentingan
bersama, sehingga tidak ada perpecahan yang tidak perlu.
"Tidak ada salahnya untuk meninggalkan ego
sektoral, termasuk permasalahan agama, satu agama jangan sampai terlalu banyak
golongan, lebih baik satu visi bersama," ujarnya.
ooooooo
Memakai
kaca mata dan bahasa awam, apa kriteria politisi? Siapa saja politisi yang
pernah ada di Nusantara. Apakah jika sudah menjadi anggota partai politik
(parpol) otomatis menjadi politisi. Bayangkan, pasca Reformasi 21 Mei 1998,
muncul ratusan parpol yang terdaftar di Departemen/Kementerian Hukum dan HAM. Jelang
pesta demokrasi 5 tahunan, lahir parpol baru. Parpol baru mendaur ulang ideologi
dan plat form yang tak layak dan laku jual.
Aneh tapi
nyata, politisi yang berserakan di industri politik, panggung politik maupun
aliran syahwat politik didominasi politisi kambuhan, politisi musiman, politisi
karbitan, politisi orbitan, politisi dadakan, politisi bayaran, politisi kader
janggut, politisi perusahaan keluarga, politisi turun temurun, politisi akibat
dinasti politik, politisi kw2, politisi papan bawah, politisi cadangan,
politisi modal dengkul, politisi omdo, politisi pemanipulasi watak, dan masih
banyak dengan berbagai sebutan. Terlebih di tingkat lokal.
Ironis,
negara dianggap sebagai warisan nenek moyang. Pengkaderan kawanan
politisi/parpolis tersumbat di pucuk pimpinan parpol. Secara gamblang, nyata
dan menerus pucuk pimpinan parpol mengkerdilkan diri sendiri sejalan
pertambahan umur ybs. Parpol berantakan karena kecelakaan tunggal, dampak
konflik internal menahun.
ooooooo
Apa kapasitas, kontribusi, kinerja kawanan
politisi Nusantara (apa bedanya dengan kawanan propolis) sesuai standar
pelayanan minimal. Apakah bisa nyata dan terukur. Apakah karena sudah menjadi
wakil rakyat, kepala daerah maupun kepala negara, layak disebut politisi, patut
dibilang politisi, pantas berpredikat politisi.
Politisi pra-Proklamasi 17 Agustus 1945 tentu beda
dengan jiwa raga politisi pasca Reformasi 21 Mei 1998. Walau ada oknum ketum
parpol gemar, mahir, ahli menjual nama besar pendahulunya. Seolah ingin
pengakuan bahwa anak yuridis identik dengan anak ideologis. Tanpa berkeringat
sudah mewarisi darah politik orang tuanya. Pemikiran ini mendorong lahirnya
dinasti politik yang merebak dan subur di tingkat provinsi maupun tingkat
kabupaten/kota.
Di pihak lain, ideologi Rp menyuburkan loyalis
semu, fanatisme kubu-kubuan, kepengurusan parpol versi munas-munasan mewarnai
dinamika politisi papan atas. Mendaulat diri sebagai politisi, karena hidup
dari politik. Mencari sesuap nasi dari keramahan politik. Berjibaku di industri
politik menjadi pekerjaan terhormat, karena berpolitik diterjemahkan bebas
sebagai cara cerdas merebut kekuasaan secara konstitusional.
ooooooo
Skala, kadar dan kandungan politisi tidak bisa
dibandingkan ataupun disandingkan dengan negarawan. Akumulasi pengalaman kerja
sebagai politisi bukan sebagai syarat adminstrasi diusulkan naik klas masuk
kategori negarawan. Model kutu loncat sudah ketinggalan zaman. Wakil rakyat
turun di tengah jalan, ganti kendaraan berminat jadi kepala daerah. Jokowi-isme
meninggalkan pola selesaikan sumpah jabatan sebelum jatu tempo, untuk merintis
ke klas yang lebih tinggi. Mulai dari kepala daerah walikota, meningkat ke
kepala daerah gubernur dan meningkat ke sebagai kepala negara.
Kemanfaatan negarawan apakah melebihi daya juang
guru ‘sang pahlawan tanpa tanda jasa’. Guru yang baik adalah yang seumur-umur
tetap jadi guru. Apakah lebih mulia dibanding pramuwisma yang mengadu nasib dan
menyambung nyawa di mancanegara, sehingga bergelar ‘pahlawan devisa’. TKW
menatap rumput di negara tetangga lebih hijau, ranum, subur dan menggiurkan. Merumput
di negeri sendiri sama sulitnya mencari pekerjaan haram.
ooooooo
Sebutan yang ditambah dengan kata ‘negara’ masuk jalur negarawan atau ada makna dan maksud
tertentu. Kita mulai dengan pengertian “Yang menjadi
warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa
lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.” (Pasal 26 ayat 1
UUD 1945 perubahan keempat). UUD 1945 mengawali hak dan kewajiban sebagai warga
negara, lebih lanjut dijabarkan, diatur dan ditetapkan melalui produk hukum.
Memang selama ini kita kenal ungkapan Anak Negara
artinya adalah Anak yang dipelihara oleh negara berdasarkan putusan pengadilan.
Jangan berfikir kalau negarawan dipelihara oleh negara berdasarkan keputusan
pengadilan. Menurut KBBI, diterakan ada abdi
negara yaitu
pegawai yang bekerja pada pemerintah;
pegawai negeri.
Pegawai negeri mengalami proses
pengkayaan fungsi. UU 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara, di Pasal 1
menjelaskan :
1.
Aparatur Sipil Negara yang
selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai
pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah.
2.
Pegawai Aparatur Sipil Negara
yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai
pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina
kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas
negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Bukan sembarangan menggunakan kata
‘negara’. Ada tanggung jawab moral. Ada beban sosial yang menerus. Menjadi ASN
maupun Pegawai ASN melalui proses penambilan janji dan sumpah jabatan, ada
tanggung jawab relijius yang akan dipertanggungjawabkan dunia akhirat.
ooooooo
Adalah Drs. Zulkarnain, KELOMPOK “A” PPRA
XLVIII-2012, menguraikan Kepemimpinan Negarawan. Karakter yang harus dimiliki
seorang negarawan terdiri atas karakter dan kapabilitas yang mengandung
moralitas individual, moralitas sosial, moralitas institusional dan moralitas
global/universal sebagai berikut :
MORALITAS INDIVIDUAL :
§
Berbudi
luhur (magnanimity);
§
Bijaksana
(exellence virtue);
§
Teguh
hati (couregeus, versed-memahami dan taat-in the principle);
§
Memiliki
“extraordinary capability”;
§
Ulet
dalam berargumentasi (tenacity of arguments);
§
Bermartabat
(degnified);
§
Berjiwa
besar/legowo;
§
Memiliki
keberanian (bravery, courage);
§
Selalu
energetic dan tak kenal menyerah;
§
Tak
pernak bertolok ukur ganda dan memiliki “intelectual honesty”;
§
Selalu
konsisten antara idealisme dan perbuatan;
§
Selalu
menjaga integritas dan moralitas yang tinggi (integrity = inner sense
of wholeness deriving from honesty and consistent uprightness (kejujuran) of
character;
§
Sederhana
(humble) dan rendah hati;
§
Menjunjung
tinggi “learning, courtecy, dignity and consistency”;
§
Immune
of csandal, fearless and prudence;
§
Persistence (tekun)
§
Sober-minded (tenang pembawaannya dan sehat pemikirannya);
§
Outstanding
moral and intellectual qualities;
§
Sound
intellegence;
§
Seksama
dan tajam (thoroughness and sharpness);
§
Cerdik
dan berwawasan luas (sagacity an broad outlook);
§
Moral
soundness;
§
Subtle
thinker (cerdik dan tajam);
§
Penuh
perhatian (thoughfullness).
MORALITAS SOSIAL :
§
Siap
untuk berkorban (self-sacrifice) dan tanpa pamrih (selflessness);
§
Memiliki
visi yang jelas (clear vision);
§
Rasa
keadilan (sense of justice) yang tinggi;
§
Memiliki
prediksi jauh ke depan(futurologist), tidak sekedar reaktif, tetapi juga
proaktif dan antisipatif;
§
Siap
untuk berkorban (self sarcrifice) dan tanpa pamrih (selflessness);
§
Memiliki
visi yang jelas (clear vision);
§
Memiliki
rasa keadilan yang tinggi;
§
Cinta
damai, anti kekerasan, tolrean dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan;
§
Non-partisan
dalm memperjuangkan masalah-masalah yang berkaitan dengan kepentingan atau
kesejahteraan umum;
§
Keterkaitan
(attachments) akan dianggap sebagai hal yang mempersulit untuk setia
kepada standar moral yang tinggi (contoh kepemilikan, kekuasaan, hak-hak
istimewa);
§
Selalu
percaya pada “peace, prosperity anf progress”
§
Memahami
kapan harus berobah dalam kondisi yang memerlukan penyesuaian;
§
Never
stranded and never out of date;
§
Man
of principles and always proportional;
§
Earnest
sympathy;
§
Loyal
and loveable;
§
Dermawan
(generous) and warm herated man;
§
Bersifat
transformarsional dan bukan transaksional (induce followers to transcend
their self interest for the sake of the higher purposes of the group that
provides the context of the relationship);
§
Mengutamakan
soft power yang mendayagunakan perilaku “attract, co-opt and
communication” dan menjauhi “hard power” yang mengutamakan
pendekatan “threaten, intimidation, rewards and induce”.
MORALITAS INSTITUSIONAL :
§
Memiliki
ketahanan (resilience, baik engineering resilience maupun ecological
resilience serta anticipatory resilience);
§
Memiliki
prediksi jauh ke depan(futurologist), tidak sekedar reaktif, tetapi juga
proaktif dan antisipatif;
§
Demokratik
dan berfikir serta menjunjung tinggi nilai-nilai HAM dan KAM;
§ Selalu berfikirsistemik (system thinker: purposive behavior,
wholism, interrealtedness, openes, value trasformation, control mechanism);
§ Selalu terbuka dalam pengambilan keputusan dan meminimalkan kerahasiaan;
§ Selalu berfikir strategis dan tidak pernah ragu dalam keadaan
kritis untuk mengambil langkah-langkah yang signifikan (decisive);
§
Politicallty
well-equipped and intellectual weapon;
§
Patriotic;
§ Law abiding based on constitusion.
MORALITAS GLOBAL/UNIVERSAL :
§
Menghormati
HAM dan KAM;
§
Outstanding moral and intellectual qualities;
§
Rasa
keadilan yang tinggi;
§
Memiliki
karya monumental yang relatif langgeng yang diakui dan dihormati baik nasional,
regional maupun global (cross culturalawareness);
§
Setia
pada nilai absolut yang universal bahwa setiap orang harus memperlakukan orang
lain seperti memperlakukan dirinya sendiri;
§
Semangat
globalisatition (willingness and ability to think globally and act
locally).
ooooooo
Di atas kertas, Kepemimpinan Negarawan, terbaca
dan tersurat idealnya. Membacanya saja bikin pusing, apalagi untuk
diterjemahkan ke dalam bahasa rakyat. Walhasil untuk mendapatkan sosok
negarawan harus melalui seleksi berjenjang, melalui mekanisme uji kepatutan dan
kelayakan. Lebih rumit dan susah untuk mencari sosok pahlawan.[HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar