Halaman

Rabu, 15 Juli 2015

menjadi Negarawan, keberatan syarat

menjadi Negarawan, keberatan syarat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA Wednesday, 25 February 2015, 05:23 WIB -- Pendiri Maariff Institute, Ahmad Syafii Maarif, berpendapat bahwa politisi Indonesia sebaiknya "naik kelas" atau berubah pandangan menjadi  negarawan. "Jangan cuma hanya jadi politisi, tetapi harus bisa naik kelas menjadi  negarawan agar tidak hanya mementingkan suatu golongan," kata Ahmad Syafii Maarif di Jakarta, Selasa malam.

Menurutnya, jika politisi bisa berpandangan seperti negarawan maka keadaan Indonesia akan lebih baik dan tidak ada saling menjatuhkan satu sama lain. "Bedanya, kalau negarawan pasti mempunyai rasa memiliki terhadap bangsa, sehingga tidak ada korupsi yang bisa merugikan negaranya sendiri," ujarnya.

Selain itu ia juga berpendapat, sifat negarawan bisa menghindari atau mengurangi konflik antargolongan dan berbagai polemik yang ada di Indonesia. "Untuk mempunyai rasa saling memiliki sebagai bangsa, harus membawa semangat fikih yang sesuai dengan tujuan utama syariah, yaitu 'al maslahah al ammah' (kemaslahatan umum)," kata dia.

Syafii menjelaskan tujuan utama syariah akan tercapai jika kita mau berpikir serius dan berusaha mencerdaskan umat agar tidak terjebak pada fanatisme golongan seperti sifat politik. Ke depannya, ia berharap agar semua golongan bersatu jika memang untuk  kepentingan bersama, sehingga tidak ada perpecahan yang tidak perlu.

"Tidak ada salahnya untuk meninggalkan ego sektoral, termasuk permasalahan agama, satu agama jangan sampai terlalu banyak golongan, lebih baik satu visi bersama," ujarnya.
ooooooo
Memakai kaca mata dan bahasa awam, apa kriteria politisi? Siapa saja politisi yang pernah ada di Nusantara. Apakah jika sudah menjadi anggota partai politik (parpol) otomatis menjadi politisi. Bayangkan, pasca Reformasi 21 Mei 1998, muncul ratusan parpol yang terdaftar di Departemen/Kementerian Hukum dan HAM. Jelang pesta demokrasi 5 tahunan, lahir parpol baru. Parpol baru mendaur ulang ideologi dan plat form yang tak layak dan laku jual.

Aneh tapi nyata, politisi yang berserakan di industri politik, panggung politik maupun aliran syahwat politik didominasi politisi kambuhan, politisi musiman, politisi karbitan, politisi orbitan, politisi dadakan, politisi bayaran, politisi kader janggut, politisi perusahaan keluarga, politisi turun temurun, politisi akibat dinasti politik, politisi kw2, politisi papan bawah, politisi cadangan, politisi modal dengkul, politisi omdo, politisi pemanipulasi watak, dan masih banyak dengan berbagai sebutan. Terlebih di tingkat lokal.

Ironis, negara dianggap sebagai warisan nenek moyang. Pengkaderan kawanan politisi/parpolis tersumbat di pucuk pimpinan parpol. Secara gamblang, nyata dan menerus pucuk pimpinan parpol mengkerdilkan diri sendiri sejalan pertambahan umur ybs. Parpol berantakan karena kecelakaan tunggal, dampak konflik internal menahun.
ooooooo
Apa kapasitas, kontribusi, kinerja kawanan politisi Nusantara (apa bedanya dengan kawanan propolis) sesuai standar pelayanan minimal. Apakah bisa nyata dan terukur. Apakah karena sudah menjadi wakil rakyat, kepala daerah maupun kepala negara, layak disebut politisi, patut dibilang politisi, pantas berpredikat politisi.

Politisi pra-Proklamasi 17 Agustus 1945 tentu beda dengan jiwa raga politisi pasca Reformasi 21 Mei 1998. Walau ada oknum ketum parpol gemar, mahir, ahli menjual nama besar pendahulunya. Seolah ingin pengakuan bahwa anak yuridis identik dengan anak ideologis. Tanpa berkeringat sudah mewarisi darah politik orang tuanya. Pemikiran ini mendorong lahirnya dinasti politik yang merebak dan subur di tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten/kota.  

Di pihak lain, ideologi Rp menyuburkan loyalis semu, fanatisme kubu-kubuan, kepengurusan parpol versi munas-munasan mewarnai dinamika politisi papan atas. Mendaulat diri sebagai politisi, karena hidup dari politik. Mencari sesuap nasi dari keramahan politik. Berjibaku di industri politik menjadi pekerjaan terhormat, karena berpolitik diterjemahkan bebas sebagai cara cerdas merebut kekuasaan secara konstitusional.
ooooooo
Skala, kadar dan kandungan politisi tidak bisa dibandingkan ataupun disandingkan dengan negarawan. Akumulasi pengalaman kerja sebagai politisi bukan sebagai syarat adminstrasi diusulkan naik klas masuk kategori negarawan. Model kutu loncat sudah ketinggalan zaman. Wakil rakyat turun di tengah jalan, ganti kendaraan berminat jadi kepala daerah. Jokowi-isme meninggalkan pola selesaikan sumpah jabatan sebelum jatu tempo, untuk merintis ke klas yang lebih tinggi. Mulai dari kepala daerah walikota, meningkat ke kepala daerah gubernur dan meningkat ke sebagai kepala negara.

Kemanfaatan negarawan apakah melebihi daya juang guru ‘sang pahlawan tanpa tanda jasa’. Guru yang baik adalah yang seumur-umur tetap jadi guru. Apakah lebih mulia dibanding pramuwisma yang mengadu nasib dan menyambung nyawa di mancanegara, sehingga bergelar ‘pahlawan devisa’. TKW menatap rumput di negara tetangga lebih hijau, ranum, subur dan menggiurkan. Merumput di negeri sendiri sama sulitnya mencari pekerjaan haram.
ooooooo
Sebutan yang ditambah dengan kata ‘negara’ masuk jalur negarawan atau ada makna dan maksud tertentu. Kita mulai dengan pengertian “Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.” (Pasal 26 ayat 1 UUD 1945 perubahan keempat). UUD 1945 mengawali hak dan kewajiban sebagai warga negara, lebih lanjut dijabarkan, diatur dan ditetapkan melalui produk hukum.

Memang selama ini kita kenal ungkapan Anak Negara artinya adalah Anak yang dipelihara oleh negara berdasarkan putusan pengadilan. Jangan berfikir kalau negarawan dipelihara oleh negara berdasarkan keputusan pengadilan. Menurut KBBI, diterakan ada abdi negara yaitu pegawai yang bekerja pada pemerintah; pegawai negeri.

Pegawai negeri mengalami proses pengkayaan fungsi. UU 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara, di Pasal 1 menjelaskan :
1.         Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah.
2.         Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Bukan sembarangan menggunakan kata ‘negara’. Ada tanggung jawab moral. Ada beban sosial yang menerus. Menjadi ASN maupun Pegawai ASN melalui proses penambilan janji dan sumpah jabatan, ada tanggung jawab relijius yang akan dipertanggungjawabkan dunia akhirat.
ooooooo
Adalah Drs. Zulkarnain, KELOMPOK “A” PPRA XLVIII-2012, menguraikan Kepemimpinan Negarawan. Karakter yang harus dimiliki seorang negarawan terdiri atas karakter dan kapabilitas yang mengandung moralitas individual, moralitas sosial, moralitas institusional dan moralitas global/universal sebagai berikut :

MORALITAS INDIVIDUAL :
§   Berbudi luhur (magnanimity);
§   Bijaksana (exellence virtue);
§   Teguh hati (couregeus, versed-memahami dan taat-in the principle);
§   Memiliki “extraordinary capability”;
§   Ulet dalam berargumentasi (tenacity of arguments);
§   Bermartabat (degnified);
§   Berjiwa besar/legowo;
§   Memiliki keberanian (bravery, courage);
§   Selalu energetic dan tak kenal menyerah;
§   Tak pernak bertolok ukur ganda dan memiliki “intelectual honesty”;
§   Selalu konsisten antara idealisme dan perbuatan;
§   Selalu menjaga integritas dan moralitas yang tinggi (integrity = inner sense of wholeness deriving from honesty and consistent uprightness (kejujuran) of character;
§   Sederhana (humble) dan rendah hati;
§   Menjunjung tinggi “learning, courtecy, dignity and consistency”;
§   Immune of csandal, fearless and prudence;
§   Persistence (tekun)
§   Sober-minded (tenang pembawaannya dan sehat pemikirannya);
§   Outstanding moral and intellectual qualities;
§   Sound intellegence;
§   Seksama dan tajam (thoroughness and sharpness);
§   Cerdik dan berwawasan luas (sagacity an broad outlook);
§   Moral soundness;
§   Subtle thinker (cerdik dan tajam);
§   Penuh perhatian (thoughfullness).

MORALITAS SOSIAL :
§   Siap untuk berkorban (self-sacrifice) dan tanpa pamrih (selflessness);
§   Memiliki visi yang jelas (clear vision);
§   Rasa keadilan (sense of justice) yang tinggi;
§   Memiliki prediksi jauh ke depan(futurologist), tidak sekedar reaktif, tetapi juga proaktif dan antisipatif;
§   Siap untuk berkorban (self sarcrifice) dan tanpa pamrih (selflessness);
§   Memiliki visi yang jelas (clear vision);
§   Memiliki rasa keadilan yang tinggi;
§   Cinta damai, anti kekerasan, tolrean dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan;
§   Non-partisan dalm memperjuangkan masalah-masalah yang berkaitan dengan kepentingan atau kesejahteraan umum;
§   Keterkaitan (attachments) akan dianggap sebagai hal yang mempersulit untuk setia kepada standar moral yang tinggi (contoh kepemilikan, kekuasaan, hak-hak istimewa);
§   Selalu percaya pada “peace, prosperity anf progress
§   Memahami kapan harus berobah dalam kondisi yang memerlukan penyesuaian;
§   Never stranded and never out of date;
§   Man of principles and always proportional;
§   Earnest sympathy;
§   Loyal and loveable;
§   Dermawan (generous) and warm herated man;
§   Bersifat transformarsional dan bukan transaksional (induce followers to transcend their self interest for the sake of the higher purposes of the group that provides the context of the relationship);
§   Mengutamakan soft power yang mendayagunakan perilaku “attract, co-opt and communication” dan menjauhi “hard power” yang mengutamakan pendekatan “threaten, intimidation, rewards and induce”.

MORALITAS INSTITUSIONAL :
§   Memiliki ketahanan (resilience, baik engineering resilience maupun ecological resilience serta anticipatory resilience);
§   Memiliki prediksi jauh ke depan(futurologist), tidak sekedar reaktif, tetapi juga proaktif dan antisipatif;
§   Demokratik dan berfikir serta menjunjung tinggi nilai-nilai HAM dan KAM;
§   Selalu berfikirsistemik (system thinker: purposive behavior, wholism, interrealtedness, openes, value trasformation, control mechanism);
§   Selalu terbuka dalam pengambilan keputusan dan meminimalkan kerahasiaan;
§   Selalu berfikir strategis dan tidak pernah ragu dalam keadaan kritis untuk mengambil langkah-langkah yang signifikan (decisive);
§   Politicallty well-equipped and intellectual weapon;
§   Patriotic;
§   Law abiding based on constitusion.

MORALITAS GLOBAL/UNIVERSAL :
§   Menghormati HAM dan KAM;
§   Outstanding moral and intellectual qualities;
§   Rasa keadilan yang tinggi;
§   Memiliki karya monumental yang relatif langgeng yang diakui dan dihormati baik nasional, regional maupun global (cross culturalawareness);
§   Setia pada nilai absolut yang universal bahwa setiap orang harus memperlakukan orang lain seperti memperlakukan dirinya sendiri;
§   Semangat globalisatition (willingness and ability to think globally and act locally).
ooooooo
 Di atas kertas, Kepemimpinan Negarawan, terbaca dan tersurat idealnya. Membacanya saja bikin pusing, apalagi untuk diterjemahkan ke dalam bahasa rakyat. Walhasil untuk mendapatkan sosok negarawan harus melalui seleksi berjenjang, melalui mekanisme uji kepatutan dan kelayakan. Lebih rumit dan susah untuk mencari sosok pahlawan.[HaeN]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar