perjuangan pasca Ramadhan,
mempertahankan derajat taqwa
Saat umat Islam melaksanakan
Rukun Islam keempat yaitu berpuasa pada bulan Ramdahan, secara matematis waktu
dalam satu tahun hijriah (bulan qomariah) telah menghabiskan 12,5%nya. Proses religi
puasa Ramadhan berjalan beriringan, berdampingan dan terkadang berpacu dengan
acara adat dan budaya lokal sampai nasional. Menyemarakkan semangat dan spirit
Ramadhan merupakan perpaduan rirual religi dengan ritual adat.
Pengalaman berpuasa,
khususnya telah puluhan kali melakukan puasa Ramadhan, menjadikan umat Islam nampak
adem ayem saat menghadapi awal Ramadhan. Persiapan yang dilakukan bersifat seremonial
adat. Daya tarik utama puasa Ramadhan bagi sebagian umat Islam adalah karena
adanya gaji/pensiunan ke-13, THR, libur, jam kerja berkurang secara formal, mudik,
baju baru, makan besar. Tak kurang yang membakar uang (petasan, kembang api),
remaja sahur untuk asmara subuh. Berkah Ramadhan dirasakan semua umat beragama,
mempercepat roda perekonomian pangan, sandang, transportasi dan hiburan.
Jika puasa diartikan suatu kewajiban menahan diri dari hawa nafsu yang bisa membatalkan nilai puasa
bahkan menggugurkan pahala puasa, maka puasa masuk kategori jihad jasmani (bagi orang beriman), di
samping ada pula jihad rohani, yakni meninggalkan semua bentuk maksiat inderawi
(maksiat mata, mulut, tangan, kaki, bahkan hati). Rasulullah SAW telah
mensinyalir, mendeteksi berbagai kemungkinan yang akan terjadi pada umat Islam
yang melaksanakan puasa Ramadhan, sesuai sabdanya : “Berapa banyak dari
orang berpuasa, tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali hanya lapar dan
dahaga”. Tak sedikit yang cepat qatam sholat tarawih, apalagi berbagai
rangkaian ibadah memuliakan bulan mulia. Tak kurang jamaah tetap, jamaah setia,
jamaah langganan serta memuliakan rumah Allah yang tidak terikat waktu Ramadhan
atau tidak.
Adalah derajat ‘agar kamu bertakwa’ (lihat QS Al Baqarah [2] : 183), sebagai insan yang bertaqwa (al Muttaqin),
merupakan raihan prestasi puncak bagi alumnus perguruan tinggi Ramadhan. Namun,
untuk mencapai derajat taqwa tidak semudah yang tersurat apalagi yang tersirat
di atas kertas. Terlebih jika memahami bahwa puasa mempunyai klasifikasi tiga tingkatan, yaitu : i. Puasa awam (umum); ii.
Puasa khawwas (khusus); dan iii. Puasa khawwasul-khowas
(khususnya khusus). Wajib pula kita memahami bahwa ‘amal puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya’.
Apakah dengan gelar ‘master of taqwa’ di tangan, kita bisa bebas
melenggang memasuki jalur bebas hambatan selama 11 (sebelas) bulan mendatang. Ketika
sajadah sudah terlipat rapi kembali, sarung dilipat simpan, mukena kembali ke
kotak penyimpanan, baju koko diseterika masuk
almari, seolah kita sudah sampai finish suatu etape perjuangan. Kita merasa
menjadi manusia paripurna yang siap berjibaku mengarungi dan menarungi
kehidupan dunia bebas.
Apakah kita merasa telah menjadi manusia merdeka, manusia bebas. Kembali menekuni
pekerjaan semula, meneruskan kebiasaan yang tertunda atau berhenti selama
Ramadhan. Kembali melanjutkan adat kebiasaan lama sesuai aturan main di tempat
kerja. Kembali memainkan peran masing-masing sesuai skenario kehidupan dunia. Atau
bahkan siap melakukan tindakan rutin dari subuh hingga subuh berikutnya yang
membuahkan kesalahan dan menghasilkan dosa yang sama.
Apakah kita yakin diri akan mampu mengatasi dan menyelesaikan masalah
kehidupan dunia yang sarat dengan jebakan dan jeratan nafsu. Merebut gelar
juara umum dan utama, meraih predikat dan peringkat nomer satu, menggapai
puncak prestasi, memborong pucuk pimpinan untuk urusan dan skala dunia — yang sejauh ini dianggap
sebagai hasil jerih payahnya, hasil peras otaknya, hasil kerja kerasnya, hasil
olah akalnya — akankah
masih bisa dipertahankan.
Apakah, akankah kita bisa mempertahankan gelar
manusia yang beraqwa selama 11 (sebelas) bulan ke depan. Apakah tidak akan
terdegradasi, terkuras tuntas, terkikis habis dari hari ke hari (karena ada
dosa harian), dan akankah kita bisa memperbarui, mengisi ulang derajat
ketaqwaan di Ramadhan mendatang. [HaeN].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar