Halaman

Jumat, 10 Juli 2015

revolusi mental Nusantara, ketika Jokowi mengeong di kandang kambing

revolusi mental Nusantara, ketika Jokowi mengeong di kandang kambing


Joko Widodo (Jokowi) yang memahami ilmu hutan, termasuk mempelajari dan mengenal seluk beluk penghuninya. Ketika hidup di hutan kota, mau tak mau, nasib Jokowi harus mempertimbangkan pengaruh keberadaan makhluk berkaki empat yang bebas berkeliaran atau berkeliaran bebas. Menjadi pucuk pimpinan di ibu kota negara, Jokowi merasakan adanya operasionalisasi “pemerintah provinsi Jakarta” di malam hari. Bahkan geliat pemerintah malam hari mampu menentukan nasib pemerintah pagi sampai sore hari. Walau penduduk Jakarta malam hari tak sebanding jumlah penduduk di hari kerja, saat jam kerja. Jakarta buka 24 jam.

Jokowi tetap berkantor di Jakarta, dengan status meningkat menjadi kepala negara. Batu sandungan, kerikil tajam sulit diprediksi. Di jalan luruspun beberapa kali tergelincir atau merasa nyaman di jalan serong, di jalan pintas, di jalan tikus. Ahli perumus kebijakan sekaligus penjerumus bertebaran di sekitarnya. Para pendorong, penyokong, pendukung saat pesta demokrasi 2014, pasca penyumpahan sebagai presiden RI, menampakkan watak aslinya. Bahkan saat tulisan ini digoreskan, perubahan mental masih terjadi dengan terang benderang. Diperjelas dengan peran media masa.

Semangat banteng ketaton yang menjadi andalan bung Karno, mengalami degradasi sejalan proses waktu. 70 tahun merdeka, semangat tsb berubah menjadi banteng kelemon. Kadar; kualitas, kapasitas jejak sang banteng nyaris senyap. Muncul banteng apkiran, banteng kw2, banteng musiman, banteng sisa ekspor, banteng bayaran, banteng jadi-jadian. Regenerasi tersumbat di pucuk pimpinan partai politik warisan bung Karno.


Ironis, Jokowi tanpa sungkan, tanpa malu diri, tanpa risi merendahkan diri, berbungkuk-bungkuk bandan mencium tangan di kandang banteng yang sesak berjejal dengan kambing segala ukuran. Jokowi merasa nyaman mengeong bak anak manis dielus-elus majikan. Jokowi merasa diri kursi presiden sebagai hadiah dari kawanan kambing. Jangan-jangan jika bung Karno mampir turun ke bumi, akan mengutuki diri sendiri.[HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar