Halaman

Kamis, 30 Juli 2015

fenomena pilkada serentak : calon tunggal-calon boneka-calon titipan

fenomena pilkada serentak : calon tunggal-calon boneka-calon titipan

Media massa dengan format acara, adegan, atraksi berbasis dialog, diskusi, debat; lembaga survei pesanan yang bersemboyan ‘girang melihat orang lain meradang, meradang melihat orang lain girang’ berhasil menambah khazanah dan perbendaharaan politik Nusamtara. Makanya saya ungkit dan angkat menjadi judul di atas.

Tak urung, wapres 2014-2019 gemar menyoal isitilah calon tunggal maupun calon boneka. Analisanya memang oke, apalagi celoteh, celetuknya dilatarbelakangi pengalaman sebagai mantan ketua umum Partai Golongan Karya. Orang belajar dari sejarah betapa penguasa tunggal Orde Baru dengan akalnya mampu menunggangi, mengkangkangi dan mengendalikan Golongan Karya, mengantarnya jadi presiden liwat beberapa kali pemilu. MPR yang tahu diri, tahu posisi tanpa diminta, didikte, ditelpon – atas kehendak rakyat – menetapkan Suharto sebagai presiden.

Ada beberapa pasangan calon dari perseorangan ikut daftar pilkada serentak, semakin membuktikan bahwa partai politik bukan jamainan mutu, jaminan halal, jaminan tidak luntur. Asal jangan ada penguasa tunggal, raja-raja kecil, trah dinasti politik, kapling politik Nasional, politik transaksional pengusung, pendukung Jokowi-JK di tingkat kabupaten/kota, maka diharapkan rakyat yang melek politik bisa hidup layak, aman dan nyaman. betul-betul dibutuhkan selama lima tahun, bukan lima menit saat coblosan. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar