mental
negarawan Nusantara, dijajah kepentingan pribadi vs dikendalikan kepentingan
asing
Konon, daya rekat bangsa tergantung pada
sifat gotong rakyat warga negara, penduduk, rakyat, masyarakat, komunitas yang
terikat oleh teritorial tempat tinggal. Keterikatan pada batas alam lebih
dominan daripada batas administrasi. Daya rekat terasa kental jika ada pranata
sosial, kerukunan antar penghuni, adat istiadat lokal serta berbagai kebiasaan
turun temurun.
Konon, retak buaya yang terjadi di Nusantara
dikarenakan maraknya budaya korupsi. Bangsa dan negara menjadi riskan, rentan
dan rawan akibat pengkikisan, penggerogotan, dan pengkeroposan dari dalam oleh oknum
atau kawanan anak bangsa yang sedang buka praktek sebagai penyelenggara negara.
Keterikatan moral antara kader partai politik yang kebagian kursi kekuasaan
dengan parpol pengusungnya, pengutusnya menyebabkan daya juangnya terkendali.
Konon, daya juang penyelenggara negara yang
berbasis kontrak politik lima tahunan, lebih ditentukan konsep pribadi atau
konsep parpol. Kepentingan pribadi mencuat kuat akibat ikut permainan politik
transaksional. Untuk mendapatkan mandat dari parpol tidak gratis. Faktor
kedekatan biologis, yuridis, maupun historis dengan bandar politik tidak
menjamin akan diusulkan jadi bakal calon wakil rakyat / kepala daerah.
Konon, diperiode 2014-2019 ada kekuatan
politik pengusung Jokowi-JK tidak hanya berminat jatah kursi, lebih hebat lagi
niat dan minat proyek pemerintah maupun nonpemerintah. Bukan sekedar niaga,
dagang, bisnis lokal nasional, kalau bisa berskala ASEAN. Inilah yang menjadi
pintu masuk kekuatan dan kekuasaan asing. Bahkan pihak non-Nusantara, berhasil
mendikte, mengendalikan proses dan produk pesta demokrasi, khususnya pilpres.
Konon, persatuan dan kesatuan berbasis SARA,
sebagai cikal bakal landasan moral kedaulatan
Nusantara, akan dikapling-kapling untuk kepentingan asing. Kalau kawanan
parpolis sudah puas mendapat kapling kabupaten/kota, melalui pilkada. Pilkada
serentak malah membuktikan bahwa elit parpol di pusat tidak identik dengan akar
rumput.
Bahwa
berdasarkan perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Aceh merupakan satuan
pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa terkait dengan salah
satu karakter khas sejarah perjuangan masyarakat Aceh yang memiliki ketahanan
dan daya juang tinggi. Kondisi inilah yang mendasari mengapa Aceh tidak bisa
diintervensi kekuatan asing. Jika Aceh lepas dari NKRI, akan menjadi negara
yang susah dikendalikan negara adidaya. Jika masih menjadi bagian NKRI,
pemerintah Jakarta bisa dikendalikan oleh negara adidaya.
Bagaimana
dengan pulau Papua? [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar