Halaman

Rabu, 29 Juli 2015

mental negarawan Nusantara, dijajah kepentingan pribadi vs dikendalikan kepentingan asing

mental negarawan Nusantara, dijajah kepentingan pribadi vs dikendalikan kepentingan asing


Konon, daya rekat bangsa tergantung pada sifat gotong rakyat warga negara, penduduk, rakyat, masyarakat, komunitas yang terikat oleh teritorial tempat tinggal. Keterikatan pada batas alam lebih dominan daripada batas administrasi. Daya rekat terasa kental jika ada pranata sosial, kerukunan antar penghuni, adat istiadat lokal serta berbagai kebiasaan turun temurun.

Konon, retak buaya yang terjadi di Nusantara dikarenakan maraknya budaya korupsi. Bangsa dan negara menjadi riskan, rentan dan rawan akibat pengkikisan, penggerogotan, dan pengkeroposan dari dalam oleh oknum atau kawanan anak bangsa yang sedang buka praktek sebagai penyelenggara negara. Keterikatan moral antara kader partai politik yang kebagian kursi kekuasaan dengan parpol pengusungnya, pengutusnya menyebabkan daya juangnya terkendali.

Konon, daya juang penyelenggara negara yang berbasis kontrak politik lima tahunan, lebih ditentukan konsep pribadi atau konsep parpol. Kepentingan pribadi mencuat kuat akibat ikut permainan politik transaksional. Untuk mendapatkan mandat dari parpol tidak gratis. Faktor kedekatan biologis, yuridis, maupun historis dengan bandar politik tidak menjamin akan diusulkan jadi bakal calon wakil rakyat / kepala daerah.

Konon, diperiode 2014-2019 ada kekuatan politik pengusung Jokowi-JK tidak hanya berminat jatah kursi, lebih hebat lagi niat dan minat proyek pemerintah maupun nonpemerintah. Bukan sekedar niaga, dagang, bisnis lokal nasional, kalau bisa berskala ASEAN. Inilah yang menjadi pintu masuk kekuatan dan kekuasaan asing. Bahkan pihak non-Nusantara, berhasil mendikte, mengendalikan proses dan produk pesta demokrasi, khususnya pilpres.

Konon, persatuan dan kesatuan berbasis SARA, sebagai cikal bakal  landasan moral kedaulatan Nusantara, akan dikapling-kapling untuk kepentingan asing. Kalau kawanan parpolis sudah puas mendapat kapling kabupaten/kota, melalui pilkada. Pilkada serentak malah membuktikan bahwa elit parpol di pusat tidak identik dengan akar rumput.

Bahwa berdasarkan perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Aceh merupakan satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa terkait dengan salah satu karakter khas sejarah perjuangan masyarakat Aceh yang memiliki ketahanan dan daya juang tinggi. Kondisi inilah yang mendasari mengapa Aceh tidak bisa diintervensi kekuatan asing. Jika Aceh lepas dari NKRI, akan menjadi negara yang susah dikendalikan negara adidaya. Jika masih menjadi bagian NKRI, pemerintah Jakarta bisa dikendalikan oleh negara adidaya.

Bagaimana dengan pulau Papua? [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar