semarak pilkada
serentak : konspirasi internasional vs konspirasi lokal
Kegenitan penyelenggara negara, baik mantan
maupun calon, khususnya yang masih aktif menjadi daya tarik internasional,
minimal negara tetangga. Mereka suka dielus-elus sampai klimpungan apalagi
dielus-elus pakai fulus, senang dipuja-puji dengan segala gaya dan cara, gemar
disanjung luar dalam, hobi dihormati dari segala arah dan tujuan – sekaligus alergi
kritik, komentar, disindir apalagi dibuka boroknya. Kelamaan tidak ada yang
memuji, tanpa sungkan dan malu, ada yang merasa dirinya cerdas, faktor
keturunan. Merasa dirinya cantik dan ahli jual air mata tangis. Merasa bapaknya
banyak jasa buat bangsa dan negara, sehingga berharap orang memposisikan
dirinya sebagai negarawan.
Di era Reformasi ini banyak kutub, kubu,
kekuatan, kendali sampai konspirasi yang bermain di Indonesia. Gerakan sparatis
di era Orba, ternyata didominasi dalang dan pemodal asing. Gerakan teror di era
multipartai dengan mudah, gamblang, terukur bisa terdeteksi sejak dini, namun kalah
tanding, kalah canggih, kalah skenario saat mengendus modus operandi gejala pembakaran
masjid di kabupaten Tolikara, 17 Juli 2015 tepatnya 1 Syawal 1436H.
Potensi lokasi, posisi, sumber daya alam, sumber
daya manusia, perputaran uang, dinamika politik menjadikan kabupaten/kota
sebagai perekat Nusantara sekaligus sebagai titik retak persatuan dan kesatuan
nasional. Imbas, dampak, ekses, efek domino politik transaksional pesta
demokrasi 2014, menjadikan kabupaten/kota menjadi titik rawan, rentan, riskan berbagai
intervensi, menjadi obyek konspirasi papan bawah sampai skala dunia.
Indonesia sebagai negara pulau dan
kepulauan, masuk skenario asing (termasuk negara yang berbatasan langsung
dengan RI) yang berharap banyak presiden. Salah kaprah semangat otonomi daerah,
dalam tataran dan tatanan tertentu, memancing syahwat politik untuk mendirikan
otonomi negara. Jangan dibilang, dualisme dalam kepengurusan parpol, penguasa
tunggal turun temurun dalam parpol, politik sebagai panglima sebagai cikal
bakal otonomi negara. Terbukti, orang tidak sabar antri dalam barisan,
menyempal membuat barisan sendiri. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar