Halaman

Selasa, 07 Juli 2015

Perjuangan Cinta Mencari Calon Ibu Untuk Ketiga Anakku

Perjuangan Cinta Mencari Calon Ibu Untuk Ketiga Anakku

Falsafah Hidup
Kita tidak perlu takut, kuatir maupun bingung menyiapkan anak sebagai generasi masa depan dalam prespektif Islam. Masa depan anak sebagai resultan dari ibu bapaknya. Pesan sederhana ibuku : “Kalau mau jodoh yang baik, harus jadi orang yang baik”. Terdapat dua kata kunci yaitu jodoh dan orang baik.

Rumusan “jodoh” sudah diformulasikan dalam primbon Jawa berisikan perhitungan memilih calon pasangan. Berangkat dari batasan : mencari ‘bojo’(suami/istri) itu mudah, tetapi memilih ‘jodho’(jodoh) itu susah, perlu pertimbangan, perhitungan dan penalaran yang cermat.

Rumusan “orang baik” dalam tataran dan tatanan suku Jawa, diwarnai oleh budi pekerti. Memahami rambu-rambu “becik ketitik, olo ketoro” (yang baik maupun yang jahat pasti akan terungkap juga) sebagai rangkaian proses menuju dan menjadi orang baik.

Langkah Relijius
Melakoni perjalanan waktu yang didominasi kegiatan dalam menimba ilmu, melatih kepekaan terhadap lingkungan, mengikuti pembinaan mental karate, melakukan interaksi sosial untuk bekal hidup, sambil mencari lawan jenis.

Diterima kerja di ibu kota negara, berangkat dengan modal warisan dari orang tua yaitu ilmu dan nama baik, serta ridho orang tua. Perjuangan hidup dimulai, meniti karir sebagai aparatur sipil negara sambil melirik mencari calon pasangan hidup.

Jodoh memang harus dikejar, diusahakan dengan berbagi kiat, wajib diminta kepada-Nya, sambil berikhtiar tetap di koridor ‘orang baik’. Kehidupan kerja dibarengi berbagai tantangan karena sudah mempunyai penghasilan, bisa melenakan. Berkat rakhmat dan ridho-Nya, bisa melakukan akad nikah. Sebelum ber-rumah tangga, kami bertekad mempunyai rumah sebagai wadah pembinaan keluarga nantinya.


Ketetapan Allah
Perhitungan manusia, jika nanti pensiun anak terkecil selayaknya berumur berapa, menjadi pertimbangan utama rencana kami mempunyai keturunan. Setelah anak pertama berumur dua tahun, kami berencana menambah jumlah momongan.

Allah menjawab semua teka-teki kehidupan kami, waktu isteri periksa kandungan, hasilnya menggembirakan yaitu akan lahir bayi kembar. Isteri melihat anak bungsu kembar sudah memperlihatkan sifat ragil, artinya stop untuk menambah titipan Allah. Isteriku berhasil “membaca” tanda dari Allah.

Membesarkan anak dengan menerapkan faktor ajar dan komunikasi dalam keluarga, urusan dunia maupun urusan akhirat kami lakoni dengan total. Ketiga anak kami, semua perempuan, sampai lulus SMP kami sekolahkan di pondok pesantren. Sebelum sekolah formal, sudah ikut pengajaran di masjid, kami juga mengajak anak bermasyarakat dan mengenal lingkungan. Sehari jelang saya pensiun, anak kedua diterima di IPB, beberapa bulan sebelumnya adik kembarnya sudah diterima di IPB. Anak sulung dengan ijazah S2nya menjadi dosen di almamaternya.

Alhamdulillah, gaya hidup, gaul dan gengsi ketiga anak kami  tidak terkontaminasi apalagi terjajah oleh budaya asing yang serba glamour, yang tampak modern, bebas dan atraktif. Bukan berarti hanya sekedar seperti katak di bawah tempurung, mereka telah pernah hidup di beberapa negara orang untuk merasakan langsung budaya asing.

Jika anak datang, saya merasakan lauk, sayur, atau olahan kuliner yang cocok dengan lidah Jawa.[HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar