Perjuangan Cinta Mencari Calon Ibu Untuk Ketiga Anakku
Falsafah Hidup
Kita tidak perlu takut, kuatir maupun bingung
menyiapkan anak sebagai generasi masa depan dalam prespektif Islam. Masa depan
anak sebagai resultan dari ibu bapaknya. Pesan sederhana ibuku
: “Kalau mau jodoh yang baik, harus jadi orang yang baik”. Terdapat dua kata
kunci yaitu jodoh dan orang baik.
Rumusan
“jodoh” sudah diformulasikan dalam primbon Jawa berisikan perhitungan memilih calon pasangan. Berangkat dari batasan : mencari
‘bojo’(suami/istri) itu mudah, tetapi memilih ‘jodho’(jodoh) itu susah,
perlu pertimbangan, perhitungan dan penalaran yang cermat.
Rumusan “orang baik” dalam tataran
dan tatanan suku Jawa, diwarnai oleh budi pekerti. Memahami rambu-rambu “becik ketitik, olo ketoro” (yang baik maupun yang jahat pasti
akan terungkap juga) sebagai rangkaian proses menuju dan menjadi orang baik.
Langkah Relijius
Melakoni perjalanan waktu yang didominasi
kegiatan dalam menimba ilmu, melatih kepekaan terhadap lingkungan, mengikuti
pembinaan mental karate, melakukan interaksi sosial untuk bekal hidup, sambil
mencari lawan jenis.
Diterima kerja di ibu kota negara, berangkat
dengan modal warisan dari orang tua yaitu ilmu dan nama baik, serta ridho orang
tua. Perjuangan hidup dimulai, meniti karir sebagai aparatur sipil negara sambil
melirik mencari calon pasangan hidup.
Jodoh memang harus dikejar, diusahakan dengan
berbagi kiat, wajib diminta kepada-Nya, sambil berikhtiar tetap di koridor ‘orang
baik’. Kehidupan kerja dibarengi berbagai tantangan karena sudah mempunyai
penghasilan, bisa melenakan. Berkat rakhmat dan ridho-Nya, bisa melakukan akad
nikah. Sebelum ber-rumah tangga, kami bertekad mempunyai rumah sebagai wadah pembinaan
keluarga nantinya.
Ketetapan Allah
Perhitungan manusia, jika nanti pensiun anak
terkecil selayaknya berumur berapa, menjadi pertimbangan utama rencana kami
mempunyai keturunan. Setelah anak pertama berumur dua tahun, kami berencana
menambah jumlah momongan.
Allah menjawab semua teka-teki kehidupan
kami, waktu isteri periksa kandungan, hasilnya menggembirakan yaitu akan lahir
bayi kembar. Isteri melihat anak bungsu kembar sudah memperlihatkan sifat
ragil, artinya stop untuk menambah titipan Allah. Isteriku berhasil “membaca”
tanda dari Allah.
Membesarkan anak dengan menerapkan faktor
ajar dan komunikasi dalam keluarga, urusan dunia maupun urusan akhirat kami
lakoni dengan total. Ketiga anak kami, semua perempuan, sampai lulus SMP kami
sekolahkan di pondok pesantren. Sebelum sekolah formal, sudah ikut pengajaran
di masjid, kami juga mengajak anak bermasyarakat dan mengenal lingkungan.
Sehari jelang saya pensiun, anak kedua diterima di IPB, beberapa bulan
sebelumnya adik kembarnya sudah diterima di IPB. Anak sulung dengan ijazah
S2nya menjadi dosen di almamaternya.
Alhamdulillah, gaya hidup, gaul dan gengsi
ketiga anak kami tidak terkontaminasi
apalagi terjajah oleh budaya asing yang serba glamour, yang tampak modern,
bebas dan atraktif. Bukan berarti hanya sekedar seperti katak di bawah
tempurung, mereka telah pernah hidup di beberapa negara orang untuk merasakan
langsung budaya asing.
Jika anak datang, saya merasakan lauk, sayur,
atau olahan kuliner yang cocok dengan lidah Jawa.[HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar