Halaman

Minggu, 09 Oktober 2022

jayadilaga, hukum di tempat vs gebuk tanpa rembuk

jayadilaga, hukum di tempat vs gebuk tanpa rembuk 

Kalau diungkit, diangkat, diangkut dari kisah nyata di dunia nyata. Masih ada periwayatan yang lebih nyata lagi. Di atas rata-rata nusantara. Etnis lokal  malah menjadi menu harian. Sisi dalam adat istiadat.

Sejarah berulang dengan pola laku, modus watak yang lebih canggih. Beda pelaku. Pada umumnya memang begitulah fakta sejarah. Apalagi zaman pra-batu, buaya ukuran raksasa masih bebas hidup.

Yang mana, dimana saat melaksanakan tugas dan wewenangnya, pada kondisi berhadapan langsung dengan rakyat. Karena tata cara menghadapai rakyat tidak diatur dalam UU. Maksud kata, lema, kata ‘rakyat’ tidak disebut dalam UU dimaksud. Kecuali frasa Majelis Permusyawaratan Rakyat dan atau Dewan Perwakilan Rakyat. UU dimaksud lebih pas dengan menggunakan lema, kata ‘masyarakat’. Tidak ada lema, kata ‘rakyat’ pada kamus polisi.

Jelas bukan permainan anak-anak. Permainan orang dewasa juga bukan. Apalagi dolanan rakyat. Lalu lantas permainan siapa gerangan. Kisah pewayangan nusantara atau heroisme di belantara rimba tak bertuan. Ilustrasi kehidupan nyata pada saat berkebangsaan, malah menunjukkan modus politik berkebutuhan khusus. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar