jayadilaga, hukum di tempat vs gebuk tanpa rembuk
Kalau diungkit, diangkat, diangkut
dari kisah nyata di dunia nyata. Masih ada periwayatan yang lebih nyata
lagi. Di atas rata-rata nusantara. Etnis lokal
malah menjadi menu harian. Sisi dalam adat istiadat.
Sejarah berulang dengan pola laku,
modus watak yang lebih canggih. Beda pelaku. Pada umumnya memang begitulah
fakta sejarah. Apalagi zaman pra-batu, buaya ukuran raksasa masih bebas hidup.
Yang mana, dimana saat melaksanakan tugas dan
wewenangnya, pada kondisi berhadapan langsung dengan rakyat. Karena tata cara
menghadapai rakyat tidak diatur dalam UU. Maksud kata, lema, kata ‘rakyat’
tidak disebut dalam UU dimaksud. Kecuali frasa Majelis Permusyawaratan Rakyat
dan atau Dewan Perwakilan Rakyat. UU dimaksud lebih pas dengan menggunakan
lema, kata ‘masyarakat’. Tidak ada lema, kata ‘rakyat’ pada kamus polisi.
Jelas bukan permainan anak-anak. Permainan orang dewasa
juga bukan. Apalagi dolanan rakyat. Lalu lantas permainan siapa gerangan. Kisah pewayangan
nusantara atau heroisme di belantara rimba tak bertuan. Ilustrasi kehidupan
nyata pada saat berkebangsaan, malah menunjukkan modus politik berkebutuhan
khusus. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar