borong(an) prolegnas nusantara, negara hukum vs fiksi hukum
Pemirsa yang budiman maupun yang berbudi-budi
di atas rata-rata nusantara. Kali ini, niatku lebih banyak comot tulisan
pihak lain. Khususnya fokus frasa “fiksi
hukum”. Satu contoh saja, tidak utuh.
Dari sumber https://indonesiare.co.id/id/article/pentingnya-mengetahui-fictie-hukum
Pentingnya Mengetahui Fictie Hukum
Penulis: Arthur Daniel
P. Sitorus, SH., AAAIK., CLA. 26 March 2019
Dalam
ilmu hukum terdapat asas yang menganggap semua orang tanpa terkecuali
mengetahui hukum yang dikenal sebagai Asas Fictie Hukum atau Fiksi
Hukum. Fiksi Hukum adalah asas yang menganggap semua orang tahu hukum (presumptio
iures de iure) tanpa terkecuali. Dalam bahasa Latin dikenal pula adagium
ignorantia jurist non excusat, ketidaktahuan hukum tidak bisa dimaafkan.
Seseorang tidak bisa mengelak dari jeratan hukum dengan berdalih belum atau
tidak mengetahui adanya hukum dan peraturan
perundang-undangan tertentu. Yang menjadi pertanyaan, kapan seseorang
dianggap telah mengetahui adanya suatu hukum dan peraturan perundang-undangan?
Berlakunya
asas Fiksi Hukum adalah ketika syarat-syarat mutlak penerbitan peraturan
perundang-undangan tersebut telah dipenuhi, sebagai contoh untuk berlakunya
Undang-Undang (UU) adalah ketika diundangkan dalam Lembaran Negara (LN) oleh
Menteri / Sekretaris Negara. Tanggal mulai berlakunya suatu UU adalah
berdasarkan tanggal yang ditentukan dalam UU itu sendiri. Jika tanggal berlakunya
itu tidak disebutkan dalam UU, maka UU itu mulai berlaku 30 hari sesudah diundangkan dalam LN. untuk Jawa dan Madura, dan untuk daerah daerah
lainnya baru berlaku 100 hari setelah pengundangan dalam LN. Sesudah syarat
tersebut dipenuhi, maka setiap masyarakat sudah dianggap mengetahui peraturan
atau undang-undang tersebut.
Fiksi Hukum diatur lebih
lanjut dalam Putusan MA No. 645K/Sip/1970 dan Putusan MK No. 001/PUU-V/2007
keduanya memuat prinsip yang sama yaitu “ketidaktahuan seseorang akan
undang-undang tidak dapat dijadikan alasan pemaaf” serta Putusan MA No. 77
K/Kr/1961 yang menegaskan “tiap-tiap orang dianggap mengetahui undang-undang
setelah undang-undang itu diundangkan dalam lembaran negara”. .
. . .
. dst
Tidak ada komentar:
Posting Komentar