Halaman

Selasa, 13 Oktober 2015

siapa sangka, diam di rumahpun bisa timbun dosa

siapa sangka, diam di rumahpun bisa timbun dosa

Sekilas saat dengar tausyiah di acara media penyiaran televisi swasta, saya dengar tutur ustadz bahwa di rumah, dampak menonton sekaligus mendengarkan acara yang mengungkap aib orang, biasanya kasus perceraian para penghibur, bisa mendatangkan mudharat bagi kita. Bisa menghasilkan dosa.

Bukannya mengkambinghitamkan acara, atraksi, adegan yang ditayangkan media penyiaran televisi swasta maupun TVRI, walau hasil survei Komisi Penyiaran Indonesia (KPI ) Pusat, menyatakan bahwa kualitas program acara televisi masih di bawah standar berkualitas. KPI menyoroti 3 (tiga) program siaran yang mendapatkan nilai indeks jauh di bawah standar KPI, yakni: program infotainment, sinetron dan variety show. Sedangkan untuk program religi dan  wisata/budaya, indeks kualitas yang didapat di atas 4, dan menunjukkan program ini berkualitas.  (KPI, Selasa, 09 Jun 2015 13:45)

Minimal kefasikan media massa, tidak sekedar pada merekayasa berita, tetapi dalam mengkemas dan menyajikan program. Kemasan berita bisa ditayangkan berulang, agar menimbulka dampak sistemik, masif dan berkelanjutan, sebagai bagian proses pembodohan rakyat. TV sudah bukan barang mewah. di warung rokok, warung makan, pos hansip, tempat tongkrongan dan mangkal remaja jalanan, TV digeber malam siang. Di tempat pangkas rambut, sambil kerja bisa menikmati siaran TV.

Agar tak terkontaminasi kefasikan tayangan televisi, bukan harus lantas boikot tidak mau tonton/dengar. Karena televisi bukan satu-satunya produk teknologi informasi dan komunikasi yang bisa membangkitkan dosa seseorang. Tak urung, sering dibahas oleh berbagai disiplin profesi, ternyata gadget tak kalah ampuh dibanding televisi.

Di tangan bayi/anak yang sedang tumbuh kembang, bisa melahirkan sikap ansos (anti sosial). Sibuk dengan gadget agar tidak rewel, dan sang ibu tenang. Kalau ibu rumah tangga rajin update status atau berpetualang, apa kata dunia? Ironis, kalau wanita karir, sesampainya di rumah langsung bergaul dengan gadgetnya. Tidurpun berbekal gadget. Bangun tidur langsung buka gadget. Belum jika gadget dimanfaatka secara optimal oleh remaja, anak tanggung (seperti tarif cukur rambut, dewasa bukan, anak bukan).

Pepatah Jawa sejak lama menorehkan “the important is not gun, but the man behind the gun”. Maksudnya “kumpul ora kumpul, sing penting mangan”. Jadi rumah adalah sebagai tempat berkumpulnya anggota keluarga, bukan hanya saat makan bisa duduk satu meja. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar