Halaman

Jumat, 30 Oktober 2015

kanibalisme Menteri Utama Jokowi, reformasi mental vs revolusi birokrasi

kanibalisme Menteri Utama Jokowi, reformasi mental vs revolusi birokrasi


Langganan survei betulan, berhasil menyingkap tabir fakta bahwa  mayoritas responden acak sesedikit 64,63% berkilah bahwa Jokowi butuh sejenis Menteri Utama. Jabatan dibutuhkan agar kinerja pemerintahan lebih baik. Jangan diartikan kalau menteri koordinator yang ada, sepertinya perlu direformasi. Atau hanya sibuk dan jalan di tempat.

Alasan responden dapat diprakirakan bahwa para pembantu presiden yang masuk jajaran kabinet – khususnya menteri – sebagai penyelenggara negara dari unsur eksekutif, kurang memuaskan Jokowi.

Pembantu presiden dari orang partai politik, pada dasarnya hanya loyal, tunduk dan patuh pada petunjuk ketua umum parpolnya. Mereka hanya taat pada AD dan ART parpolnya. Mereka jadi menteri karena diusulkan parpol. Jokowi hanya terima jadi apa adanya, atau adanya apa. Hak prerogratif presiden untuk memilah dan memilih para pembantunya, hanya berlaku di atas kertas. Perombakan kabinet sebagai awal bukti adanya asas “orang yang tidak tepat di tempat yang tepat”.

Jokowi hanya menggunakan pasal balas jasa dan balas budi.

Jika Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial, wajar jika kawanan legislatif utawa DPR yang ada benang merahnya dengan eksekutif karena dari partai yang sama.

Praktiknya, antara kawanan legislatif dengan pihak eksekutif bagai seteru. Legislatif dengan sabar mengincar kelengahan eksekuitf. Lengah sedikit bisa dijegal hidup-hidup.

Bahkan dalam tubuh satu parpol pun seperti tidak ada ikatan moral. Seperti dicontohkan oknum sekjen partai nasdem, mendadak jadi langganan KPK.

Menteri orang parpol di era SBY sudah membuktikan bahwa mereka malah menimbulkan konflik internal terselubung. Membuat aturan main sesuai selera. Birokrasi dijadikan dapur parpol. Kalau di kementerian berkibar beberapa warna, akan mempengaruhi sistem karir.

Revolusi mental yang diagung-agungkan Jokowi, semakin membuktikan bahwa mental pe-Revolusi Mental perlu direformasi. Mental wakil parpol di legislatif, perlu diformat ulang. Apalagi yang sudah punya pengalaman sebelumnya, di peride 2009-2014, sudah ahli, lihai dan kampiun dalam transaksi pasal. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar